Tentukan UMK, SPSI Sleman Minta Kebijakan Daerah Dikoreksi
SLEMAN – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Sleman, Yogyakarta, mengharapkan daerah atau provinsi dilibatkan dalam penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan tidak hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.78/2015 yang berdasarkan metode baku tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
“Dengan berdasarkan peraturan pemerintah tersebut usulan penentuan UMK dari serikat pekerja tidak lagi berguna. Hanya bisa mengikuti saja,” kata Ketua SPSI Kabupaten Sleman, Yosef Pranoto di Sleman, Rabu.
Menurut dia, seharusnya ada kebijakan internal daerah atau provinsi untuk mengganti PP No.78/2015 agar serikat pekerja bisa lebih dilibatkan terutama dalam masalah kebutuhan hidup layak (KHL).
“Kalau ada kebijakan daerah, maka serikat pekerja di masing-masing daerah bisa memberikan masukan atau usulan yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan UMK tiap tahunnya,” katanya.
Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sleman, Arif Kurniawan, mengatakan dewan tidak bisa berbuat banyak dalam penentuan UMK Sleman.
“Sebab semua kebijakan ada di pemda, posisi kami masih menunggu kajian dari provinsi,” katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Untoro Budiharjo mengatakan, sejak adanya PP No 78/2015 tentang Pengupahan, usulan dari serikat pekerja dan survei KHL tidak lagi jadi pertimbangan.
“Kenaikan UMK akan ditetapkan dengan melihat pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional,” katanya.
Menurut dia, pemerintah pusat sudah menetapkan proyeksi kenaikan UMP dan UMK yaitu sebesar delapan persen.
“Sehingga kalau proyeksi di Sleman kenaikan delapan persen itu jadi Rp1.700.986,” katanya.