Trauma Healing, Faktor Penting Penyembuhan Mental Korban Bencana
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Serangkaian bencana yang menghantam beberapa daerah di Indonesia, menyisakan para korban yang mengalami trauma. Baik trauma fisik maupun mental.

Kondisi trauma mental lah yang menjadi masalah terbesar bagi para korban. Rasa akan kehilangan materi dan rasa putus asa, mengenai apa yang akan dihadapi setelah keluar dari penampungan sementara, menurut Tim Tanggap Bencana Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Emmy Hamidiyah, menjadi pangkal dari tekanan mental yang dirasakan para korban.
“Rasa putus asa, tidak tahu harus melakukan apa setelah kejadian adalah dasar dari trauma mereka. Kondisi di penampungan yang serba seadanya juga mendorong berkembangnya trauma,” kata Emmy saat ditemui di Wisma Sirca Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Karena itu, Emmy menyatakan program trauma healing menjadi suatu keharusan pada korban bencana. “Trauma healing itulah yang menjadi proses yang lama. Karena bentuknya adalah pendampingan. Memberikan rasa aman pada korban,” ujarnya.
Korban yang merasa tidak aman, akan merasa nyaman jika ada teman yang bukan sesama korban. “Saat mereka butuh obat kita bisa membantu dengan mencarikan obat atau menemani mereka berobat. Juga kalau mereka butuh informasi,” papar Emmy lebih lanjut.
Dr Naomi Soetikno, seorang psikolog yang berkonsentrasi pada trauma healing menyatakan bahwa trauma healing harus diberikan sejalan dengan penanganan medis pada korban gempa.
“Saat terjadi situasi bencana, ada keadaan psikologis yang kaget atau shock dan stres karena situasi itu datang secara tiba-tiba dengan intensitas yang kuat dan mengancam nyawa. Keadaan psikologis yang demikian dapat berdampak pada kondisi emosi, pikiran, dan perilaku individu. Oleh karenanya, bantuan psikologis ini diperlukan pada korban bencana,” katanya.