Sengketa Indonesia-Amerika Perlu Pendekatan Bilateral
JAKARTA – Sengketa dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat yang berbuntut dengan rencana Negeri Paman Sam untuk melakukan retaliasi senilai 350 juta dolar Amerika Serikat (AS), perlu diselesaikan melalui pendekatan bilateral.
Dosen Senior Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Amerika tersebut bukan merupakan sanksi kepada Indonesia. Melainkan, retaliasi yang dilakukan Amerika Serikat karena Indonesia dianggap mengeluarkan kebijakan yang restriktif.
“Itu merupakan retaliasi, tidak dikenal sanksi dalam konteks ini. Sekarang penyelesaiannya sudah tingkat bilateral saja, tidak bisa menggunakan mekanisme WTO,” kata Bayu yang juga mantan Wakil Menteri Perdagangan, Rabu.
Pada 2 Agustus 2018, pemerintah Indonesia menerima salinan surat Perwakilan Amerika Serikat (AS) untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss, kepada Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Surat tersebut pada intinya meminta otorisasi dari Badan Penyelesaian Sengketa WTO kepada AS untuk menunda pemberian konsesi tarif kepada Indonesia terkait dengan sengketa yang diadukan AS atas kebijakan restriktif yang diterapkan Indonesia dalam importasi produk hortikultura, hewan dan produk hewan.
Pada 22 Desember 2016, panel sengketa mengumumkan temuannya bahwa 18 measures yang diterapkan Indonesia tersebut tidak sejalan dengan prinsip dan disiplin yang disepakati di WTO dan merekomendasikan Indonesia agar melakukan penyesuaian.
Indonesia telah mengajukan banding terkait hal tersebut pada 17 Februari 2017. Namun, Badan Banding WTO menguatkan rekomendasi dari panel sengketa bahwa Indonesia harus melakukan penyesuaian atas 18 measures yang dipermasalahkan.