Cak Nun: Negara, Perjuangan Tiada Akhir
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Guyuran hujan yang menyebabkan banyak genangan di plaza Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, tak menyurutkan para pengunjung mengikuti acara Kenduri Cinta.
Salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, itu diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
Para pengunjung tampak begitu hikmat mendengar paparan dari Cak Nun alias Emha Ainun Nadjib yang kali ini mengusung tema ‘Serigala Berhati Domba’.
“Jangan dipikir karena Allah Maha Pandai dan Maha Kuasa maka Allah bicara besar-besar,” kata Emha Ainun Nadjib dalam acara Kenduri Cinta di plaza Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat malam hingga dini hari (10/8/2018).
Lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 itu membeberkan bahwa Allah tidak merasa malu untuk membuat perumpamaan-perumpamaan dengan menyebut nyamuk atau makhluk yang lebih kecil dari itu.
“Nah, teman-teman sekalian Serigala Berhati Domba itu bukan karya puisi, tapi ini adalah cicilan saya menemani Anda sekalian untuk pertarungan yang jangka panjang,” bebernya.
Cak Nun mengaku dirinya banyak belajar dari Sabrang (Sabrang Mowo Damar Panuluh) anaknya, karena dalam gen keduanya ada pembagian tugas dimana Sabrang yang mengekplorasi tema dan dirinya yang membahas memperbincangkannya.
“Sabrang bisa melakukan apa yang tidak saya bisa lakukan, begitu juga sebaliknya Sabrang tidak bisa melakukan apa yang saya bisa lakukan,” ungkapnya.
Cak Nun tahu apa yang Sabrang yang tidak tahu, begitu juga sebaliknya Cak Nun tidak tahu apa Sabrang yang tahu. “Jadi tidak lantas bapak yang lebih tahu, yang pasti bapak itu yang lebih tua,” ujarnya disambut tawa para pengunjung.