Tradisi Melewakan Penghulu dalam Adat Minangkabau

Editor: Satmoko Budi Santoso

PESISIR SELATAN – Melewakan atau melantik seseorang menjadi datuk atau penghulu dalam adat Minangkabau merupakan budaya yang sakral. Alasan yang membuat kegiatan melewakan penghulu ini sakral, karena sumpah yang dibebankan kepada penghulu memiliki amat yang berat, yakni bisa dikutuk Al quran.

Dalam bahasa Minang, ka ateh indak ba pucuak, ka bawah indak baurek, ditangah-tangah digiriak kumbang. Artinya, di bagian atas tidak berpucuk, dan bagian ke bawah tidak berurat, serta di tengah-tengahnya tidak akan dimakan oleh kumbang.

Tokoh masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Nasrul Abit Datuak Malintang Panai menjelaskan, kalimat dikutuk Al Quran 30 jus itu dapat diganti dengan bahasa yang lebih baik, dan tidak memberatkan tanpa mengurangi maksud dan tujuan serta tanggungjawab seorang penghulu datuk, baik kepada kemenakan maupun kampung halamannya.

Nasrul Abit Datuk Malintang Panai saat memberikan sepatah kata di acara melewakan penghulu di Pesisir Selatan/Foto: M. Noli Hendra

Maka, melewakan penghulu bagi budaya Minangkabau merupakan sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan tanpa ada yang membuat penghulu yang akan dilewakan itu memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama dan adat istiadat Minangkabau.

Ia menyebutkan, tantangan dan dinamika perkembangan kemajuan zaman, peran dan fungsi seorang penghulu datuk amatlah besar. Namun seiring itu pula, seorang datuk ada di luar kampung dan kelompok sukunya. Hal ini mungkin yang menyebabkan peran penghulu datuk tidak berjalan dengan baik dan ada yang diabaikan kemenakannya.

Lihat juga...