Balsa, Pohon Penghasil Kayu Paling Ringan di Dunia
Editor: Koko Triarko
CIBUBUR – Taman Buah Mekarsari di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, tak hanya mengoleksi tanaman buah. Kebun yang digagas Ibu Negara Tien Soeharto, ini juga memiliki koleksi tanaman langka lainnya, seperti Pohon Balsa, penghasil kayu paling ringan di dunia.
Pohon Balsa (Ochroma Pyramidale) yang berasal dari Amerika Latin, mulai ditanam di Taman Buah Mekarsari pada 2012. Lalu, pada 2015 pertama kali Balsa mengeluarkan bunga dengan menggerombol di pucuk rantingnya. Kelopak bunganya ada lima, berwarna putih. Kepala sari kuning cerah, dan tangkai bunganya cukup panjang.

Buah Balsa berupa polong, yang akan pecah setelah tua dan kering. Satu buah bisa menghasilkan lebih dari 100 biji, yang tersembunyi dalam ‘kapas’ berwarna kecoklatan. Biji Balsa berwarna coklat kehitaman, berukuran sekitar satu milimeter dan berbentuk agak pipih.
Pada siang hari, biji dengan ‘kapas’ ini akan terbang terbawa angin, hingga bisa tumbuh jauh dari tanaman induknya. Biji-biji ini akan tumbuh di tempat yang terbuka, namun lembab.
Sama dengan Albasia dan Gamelina, biji Balsa juga mudah sekali tumbuh di persemaian. Biji Balsa di Taman Buah Mekarsari sudah mulai dipanen dan disemai untuk dijadikan benih.
Pohon Balsa tumbuh lebih cepat. Dalam waktu enam bulan, Balsa sudah bisa tumbuh setinggi empat meter, dengan diameter batang dua senti meter. Pada umur 6-10 tahun, Balsa sudah mencapai diameter lebih dari 40 senti meter dan siap ditebang. Bila tak ditebang, Balsa bisa mencapai ketinggian 30 meter dengan diameter batang lebih dari satu meter.
“Beda dengan Sengon yang berdaun mirip Lamtoro, Balsa berdaun lebar, lebih lebar dari Jabon. Bedanya, kalau daun Jabon berbentuk jorong, daun Balsa lebih mirip dengan daun Kemiri yang agak bersegi,” kata Floribertus Rahardi, Advisor Mekarsari Bidang Edukasi, belum lama ini.
Rahardi menjelaskan, lebar daun Balsa sekitar 20 senti meter dengan panjang 30 senti meter. Daun Balsa tumbuh sangat lebat, sehingga tanaman ini cocok digunakan untuk menghijaukan lahan-lahan kritis dan menangkal polutan.
Secara tradisional, katanya, masyarakat Indian di Amerika Selatan memanfaatkan kayu Balsa sebagai rakit. Mereka mengarungi Samudera Pasifik menggunakan rakit kayu Balsa, karena ringan, tetapi kuat.
