POPM Filaria Dua Puskesmas di Sikka, di Bawah Target

Editor: Koko Triarko

MAUMERE –  Pemberian obat pencegahan massal (POPM) Filariasis atau penyakit kaki gajah terus digalakkan Dinas Kesehatan pemerintah kabupaten Sikka, mengingat masih adanya  warga yang menderita penyakit tersebut.

“Sejak 2015, kami selalu melakukan pemberian obat Filaria dan akan berlangsung hingga 2019. Kami targetkan hingga 2019 semua masyarakat kabupaten Sikka sudah meminumnya, sehingga Sikka bebas penyakit kaki gajah,” tutur dr. Herlin Hutauruk, Jumat (11/5/2018).

Dokter Herlin Hutauru, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan kabupaten Sikka. -Foto: Ebed de Rosary

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan kabupaten Sikka ini, saat ditemui di sela kegiatan evaluasi pemberian obat Filaria, mengatakan, pada 2017 terdapat dua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang masih berada di bawah target.

“Pusekesmas Kopeta dan Wolomarang di kota Maumere pencapaiannya di bawah 85 persen. Mereka beralasan sedang fokus mengikuti akreditasi Puskesmas, tetapi Puskesmas lainnya yang ikut akreditasi pun pencapaiannya lebih dari 90 persen,” tuturnya.

Sementara untuk cakupan kecamatan, dari 21 kecamatan di kabupaten Sikka, semuanya berada di atas target 85 persen, yakni sebesar 90 persen.

Dinas Kesehatan Sikka kembali gencar melakukan pemberian obat saat malam hari usai sembayang di setiap Komunitas Basis Gereja (KBG) yang dilaksanakan selama bulan Mei.

“Kami berharap dengan bekerja sama dengan pihak gereja Katolik, cakupan pemberian obat di 2018 bisa mencapai 95 persen sehingga terus mengalami peningkatan hingga mencapai 100 persen di 2019,” terangnya.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehtaan kabupaten Sikka, Avelinus S. Nong Erwin, menjelaskan, selama 2016 peresentase cakupan masih di atas target yang diberikan.

Untuk cakupan sasaran yang harus minum obat, jelas Erwin, dari target 85 persen hasil yang didapat mencapai 88 persen, sementara untuk cakupan berdasarkan jumlah penduduk dari target 65 persen hasil yang diraih sebesar 76 persen.

”Sampai dengan 2016, sudah ditemukan 356 kasus kronis, penderitanya sudah mengalami cacat. Penderita terbanyak berasal dari kecamatan Talibura yang melingkupi dua puskesmas, yakni Watubaing dengan 58 kasus dan Boganatar ada delapan kasus,” bebernya.

“Pemberian obat Filaria kami lakukan untuk anak usia dua tahun sampai usia lanjut 70 tahun. Setelah dilakukan di sekolah-sekolah dan komunitas gereja, kami juga melakukan di kelompok-kelompok masyarakat selain melalui Puskesmas,” pungkasnya.

Lihat juga...