Indonesia Harus Siaga dan Tanggap Bencana Iklim

Editor: Mahadeva WS

Ir. Bambang Hendroyono, M.M, sekjen KLHK menyampaikan perihal indonesia siaga dan tanggap bencana darurat iklim digedung Manggala Wanabakti KLHK, Rabu,(2/5/2018) - foto, M.Fahrizal

JAKARTA – Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Sejak 2001 hingga 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 98 persen bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi atau bencana yang dipengaruhi perubahan iklim.

Bencana hidrometeorologis diantaranya seperti banjir, longsor, angin kencang, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta gelombang pasang. Dunia saat ini menghadapi ancaman perubahan iklim. Bukti awal ancaman perubahan iklim ini sudah terlihat nyata di beberapa belahan  dunia.

Bukti ancaman perubahan iklim tersebut salah satunya pergeseran musim.  Saat ini musim kemarau dirasakan waktunya menjadi lebih panjang. Hal tersebut berimplikasi pada kekeringan, krisis air bersih, dan menurunnya produksi pertanian akibat gagal panen, dan yang terpenting adalah kebakaran hutan.

“Perubahan iklim merupakan isu global yang harus ditangani bersama dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat hingga ke tingkat tapak,” ujar Sekretaris Jenderal Kememnterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), pada diskusi Indonesia siaga dan t anggap darurat bencana iklim, Rabu (3/5/2018).

Ilmu pengetahuan teknologi tentang iklim dan kebencanaan yang berkembang saat ini, telah mampu memprediksi dan memberikan gambaran komprehensif, tentang fenomena cuaca ekstrem. Dampak ekologi, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan juga dapat diprediksi.

Hal ini tentunya sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan tanggap darurat bencana iklim. Faktor penting lain untuk meminimalisir dampak dari bencana adalah, koordinasi antar pemangku kepentingan mengnai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan tanggap darurat bencana.

Lihat juga...