BMKG Bantah Isu Gelombang Panas Landa Indonesia
JAKARTA — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantah isu yang beredar di masyarakat pada laman daring yang berjudul “Indonesia akan didera gelombang panas mematikan”.
“Berita tersebut adalah berita daur ulang yang pernah terbit pada 20 Juni 2017,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Artikel tersebut didasarkan pada paper ilmiah Camilo Mora et al. (Univ. of Hawai) yang terbit di Jurnal Nature Climate Change Juni 2017 berjudul “Global risk of deadly heat” (www.nature.com/articles/nclimate3322).
Paper tersebut mengkaji naiknya risiko ketakmampuan kapasitas tubuh manusia bertahan terhadap panas (thermoregulatory) akibat kenaikan temperatur perubahan iklim.
Kajian menggunakan data kasus kematian terkait gelombang panas (heat waves) 1980-2014 dan menemukan 783 kasus kejadian gelombang panas berdampak kematian dari 164 kota di 36 negara.
Hasilnya, dengan menghitung indeks threshold global suhu harian udara permukaan dan kelembaban udara (RH) yang menjadi pemicu kematian pada kejadian gelombang panas ditemukan 30 persen penduduk bumi saat ini terpapar threshold global suhu dan RH tersebut, setidaknya 20 hari dalam setahun.
Proyeksi iklim pada akhir abad 21 (2090-2100), dari 30 persen tersebut akan meningkat menjadi 48 persen di bawah skenario penurunan drastis pengendalian emisi Gas Rumah Kaca dan 74 persen di bawah skenario pertumbuhan emisi GRK tanpa pengendalian.
Hal itu meningkatkan ancaman bagi kehidupan manusia akibat peningkatan suhu global dan berdampak besar bila GRK tidak dikurangi emisinya, meskipun saat ini belum tampak nyata dampaknya.