Sarno Menolak Tawaran Pabrik dari Pak Harto
Oleh Mahpudi, MT
Catatan redaksi:
Merayakan Maret sebagai Bulan Pak Harto, redaksi cendananews.com selain menurunkan sejumlah tulisan dan liputan berbagai acara, juga menampilkan berbagai aktivitas. Salah satunya, catatan ekspedisi Incognito Pak Harto tahun 2012.
Ekspedisi yang dilakukan oleh sebuah tim dari YHK yang terdiri dari Mahpudi (penulis), Bakarudin (jurnalis), Lutfi (filatelis), Gunawan (kurator museum), serta salah satu saksi sejarah peristiwa itu, yaitu Subianto (teknisi kendaraan pada saat incognito dilaksanakan).
Meski sudah cukup lampau ekspedisi itu dilakukan, dan hasilnya pun sudah diterbitkan dalam buku berjudul Incognito Pak Harto –Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya (2013) dan Incognito – The President Impromptu Visit (2013) serta Ekspedisi Incognito Pak Harto –Napak Tilas Perjalanan DIam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya (2013) , namun hemat kami catatan ekspedisi yang ditulis oleh Mahpudi dalam beberapa bagian ini tetap menarik untuk disimak. Sebab, seperti disimpulkan oleh penulisnya, peristiwa blusukan ala Pak Harto yang terjadi pada tahun 1970 ini sangat patut dijadikan salah satu tonggak sejarah nasional Indonesia.
Selamat Membaca.
Bagian 6 Catatan Ekspedisi Incognito Pak Harto
Usai mendengar kisah Pedro tentang kepedulian Pak Harto terhadap anak-anak yang ditinggal orangtua mereka karena gugur dalam operasi Trikora, rombongan segera meluncur ke arah timur. Foto dokumentasi Incognito Pak Harto yang bertanggal 7 April 1970, memandu kami untuk menyeberangi Provinsi Jawa Barat, tujuannya kota Tegal. Dalam foto tersebut, terlihat Pak Harto singgah di mess Diponegoro dan rumah tinggal sejumlah orang asing. Sampai kini, tim masih belum bisa menyingkap, siapa sebenarnya sejumlah orang asing yang disambangi Pak Harto di kota Tegal itu.
Bagian 1: Pak Harto Bertemu Otong di Desa Binong
Kami tak berlama-lama di kota Tegal, sebab foto-foto berikutnya menunjukkan, Pak Harto lebih banyak beraktivitas di Lebaksiu, sebuah daerah pertanian yang terletak di selatan kota Tegal. Lebaksiu dikenal sebagai kawasan pertanian yang subur, daerahnya agak berbukit, udaranya juga tidak sepanas kota Tegal yang berada di tepi pantai.
Setelah menempuh perjalanan sekira 30 menit dari Tegal, kami tiba di daerah Yamansari, Lebaksiu. Kami turun dari kendaraan dan mencoba bertanya kepada orang-orang dengan memperlihatkan foto dokumentasi yang kami bawa.
Bagian 2: Di Rambatan Wetan, Pak Harto Kunjungi Penderita “Korengan”
Sebagian besar dari mereka menggelengkan kepala, sambil mencoba mengarahkan kami kepada orang lain di dekatnya. ”Coba tanya ke bapak yang di warung itu”. Begitu seterusnya. Maklum, usia mereka memang masih tergolong muda, sekira 40 tahunan. Sementara, gambaran daerah Yamansari saat ini, sudah jauh berbeda dengan apa yang ditampilkan di foto dokumen tahun 1970.
Pantang berputus asa, kami terus menyusuri jalan. Mencari-cari orang yang sudah cukup berusia tua. Aha…. ada seorang pria tua tengah berpangku tangan di balai-balai tepi jalan. Meski mengenakan peci, rambutnya yang memutih, tampak kentara. Kami perkirakan usianya 80 tahunan. Kami mendekati. Segera kami tahu, ia ternyata seorang pandai besi. Disekeliling balai, kami mendapati berbagai peralatan pandai besi yang diaku miliknya. Hanya saja, saat itu, sedang tak ada kegiatan yang dilakukan. “Sekarang sepi pesanan mas,” ujarnya ketika kami tanya kondisi usahanya.