UGM Petakan Masalah Gizi Buruk dan Campak di Asmat

Editor: Koko Triarko

Doker Speslialis Anak RS UGM, dr. Fita Wirastuti, Sp.A. bersama tim UGM. –Foto: Ist/ Jatmika H Kusmargana

“Menuju distrik ini bisa ditempuh 50 menit dengan speedboat dari Agats,” katanya.

Menurut Rachmawan, dari 23 distrik yang ada di Asmat, hanya dua distrik yang terjangkau oleh PLN, sementara yang lainnya masih menggunakan genset.

Hingga saat ini, disebutkan 77 anak yang meninggal, 66 di antaranya karena campak, dan 4 lainnya akibat kasus gizi buruk.

Sejak adanya kasus KLB gizi buruk dan korban yang meninggal akibat campak, program kegawadaruratan yang dilaksanakan antarkementerian, pemkab, unsur TNI dan POLRI cukup berjalan efektif.

Namun, menurut Rachmawan, diperlukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi persoalan kasus gizi buruk di Asmat, karena masih jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau oleh warga. “Untuk distrik terdekat saja bisa ditempuh dengan kapal cepat sekitar 50 menit,” katanya.

Selain persoalan infrstruktur, minimnya moda trasportasi dan jauhnya akses layanan kesehatan yang bisa dijangkau menjadi masalah utama persoalan kesehatan di Asmat.

Racmawan menyebutkan, dari 23 distrik, sementara ini hanya ada 16 distrik yang memiliki puskesmas. Dari 16 tersebut, baru 5 puskesmas yang memiliki tenaga dokter.

Persoalan lain yang dipetakan oleh tim UGM, kata Rachmawan, yakni kondisi tempat tinggal warga Asmat yang mayoritas berada di daerah rawa dan menggunakan sumber air minum dari air hujan, sehingga menyebabkan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup memprihatinkan.

Dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD., salah satu anggota tim medis yang ikut dalam tim UGM menuturkan, anak-anak yang menjadi korban meninggal akibat campak disebabkan menderita kurang gizi. “Kurang gizi menyebabkan infeksi campak dan infeksi lain, sebab saat kurang gizi akan menurunkan daya tahan tubuh,” katanya.

Lihat juga...