Susbidi Pertanian 2018 Diharap Lebih Tepat Sasaran

Namun, saat ini, menurut SPI, Indonesia dinilai hanya mampu memproduksi sebesar 10 persen dari kebutuhan nasional dan selebihnya dipenuhi dari impor negara China dan India.

Ia mengemukakan, sejak Indonesia meratifikasi berbagai kebijakan dalam WTO, kondisi perekonomian negara tidak semakin membaik, antara lain Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris penghasil produk-produk pertanian bergeser menjadi negara pengimpor sejumlah produk pertanian, seperti kedelai, kentang, bawang putih, dan garam.

Untuk itu, ujar dia, keanggotaan Indonesia di WTO pada saat ini dinilai tidak relevan, karena hal tersebut dinilai tidak memberi keuntungan, khususnya kepada petani, nelayan, dan buruh.

Sementara itu, Pemerintah juga dinilai perlu lebih mengefektifkan program bantuan subsidi benih pertanian dalam rangka meningkatkan harkat kesejahteraan kalangan petani di Tanah Air, mengingat sejumlah benih telah banyak diekspor.

Kepala Penelitian Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi, mengatakan, pemerintah telah menggelontorkan uang yang tidak sedikit, yaitu sekitar Rp52 triliun per tahun dalam bentuk subsidi, seperti subsidi benih, pupuk dan beras.

Berdasarkan penelitian dari CIPS, menurutnya, di beberapa daerah, seperti Indramayu, Jawa Barat, Kebumen dan Cilacap di Jawa Tengah, kebanyakan petani menilai program bantuan yang diberikan pemerintah kurang efektif untuk memperbaiki kesejahteraan mereka.

Hizkia mencontokan subsidi benih, petani menilai program ini kurang efektif untuk membantu mereka karena benih subsidi berisiko berkualitas buruk.

Selain itu, ujarnya, benih subsidi juga memiliki ketidakpastian periode distribusi, sehingga petani lebih memilih untuk menggunakan benih nonsubsidi.

Lihat juga...