Justice Collaborator Bukan Kehendak KPK, Tapi Permohonan Tersangka
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah meminta atau menawarkan kepada seorang tersangka atau terdakwa agar menjadi Justice Collaborator atau JC. Jika seseorang ingin menjadi JC, semata-mata merupakan inisiatif pribadi atau berdasarkan permohonan yang bersangkutan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, bahwa pengertian JC adalah seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa dalam suatu kasus perkara hukum namun secara sukarela bersedia bekerjasama dengan institusi penegak hukum untuk mengungkap otak atau pelaku kejahatan yang lebih besar.
Pernyataan Febri Diansyah tersebut menepis pernyataan kuasa hukum tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto, Maqdir Ismail. Menurut Maqdir Ismail, permohonan agar kliennya menjadi disebut-sebut karena adanya permintaan dari pihak tertentu dalam hal ini adalah KPK.
“Terkait permohonan Justice Collaborator atau JC, saya tegaskan sekali lagi bahwa jika seseorang yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa namun kemudian ingin menjadi JC maka yang bersangkutan harus menyampaikan permohonan secara resmi melalui kuasa hukum atau pengacara yang bersangkutan kepada suatu lembaga penegak hukum dalam hal ini KPK misalnya,” tandas Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta, Senin (15/1/2018).
Febri Diansyah menyebut, kebijakan mengenai JC di KPK dapat dilihat dalam permohonan yang dilakukan oleh terdakwa Andi Narogong alias Andi Agustinus. Dalam permohonannya, terdakwa berniat menjadi JC dengan tujuan untuk membongkar suatu kasus korupsi yang lebih besar.