WALHI: Kapitalisme Biang Kerok Bencana Ekologis

Dengan atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, rezim hak menguasai negara justru menjadi legitimasi praktik perampasan tanah, air dan seluruh sumber-sumber kehidupan rakyat atau sumber-sumber agraria. “Sistem ekonomi dan pembangunan ini harus dikoreksi, dan memberikan jalan serta pengakuan bagi inisiatif-inisiatif rakyat dalam pengelolaan kekayaan alam yang diyakini lebih berkeadilan dan berkelanjutan, tegasnya.

Sejak 1990-an, dia mengatakan, Walhi telah menawarkan sebuah konsep yang bernama Sistem Hutan Kerakyatan, sebuah konsep tanding atas sistem pengelolaan hutan yang berbasiskan pada korporasi skala besar. Konsep tanding tersebut yang kini diperluas dengan konsep Wilayah Kelola Rakyat (WKR), baik di kawasan hutan, kawasan nonhutan, maupun di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

WKR memuat empat tatanan atau konsep, yakni tata kuasa, tata kelola, tata produksi dan tata konsumsi termanifestasikan dalam kedaulatan rakyat atas ruang, berdaulat atas ekonomi, berdaulat atas air, tanah, energi dan berdaulat secara budaya dan politik.

Kini, menurut dia, merupakan momentum politiknya tersedia melalui Program Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria. Agenda inilah yang jika dilakukan secara benar akan mampu menjawab berbagai problem struktural, mulai dari ketimpangan, konflik agraria, bencana ekologis dan bahkan bagian dari upaya penanganan perubahan iklim dan upaya pemulihan.

Pengakuan dari negara atas kesalahan paradigmanya menjadi penting, dengan pengakuan hak-hak rakyat atas ruang hidup dan wilayah kelolanya. Pengakuan ini menjadi bagian dari upaya penanganan konflik struktural sekaligus perlindungan dari ancaman semakin massif dan meluasnya industri ekstraktif, mulai dari industri tambang, perkebunan sawit, hutan tanaman industri atau kayu, hingga pembangunan infrastruktur skala besar yang pada ujungnya hanya untuk kepentingan investasi.

Lihat juga...