Perubahan Lingkungan Pesisir Timur Lampung Berdampak pada Budidaya Kerang Hijau

Selain limbah dari area tambak aktivitas masyarakat yang masih membuang sampah di sungai juga berimbas pada budidaya rumput laut dan kerang hijau. Adanya sampah kaleng, botol plastik dan sampah jenis lain memberikan ikut merusak. Belum lagi limbah beracun berupa timah, tembaga, seng serta limbah rumah tangga seperti sabun mandi.

“Kami selalu rajin mengecek perairan di sekitar lokasi budidaya bermodalkan perahu dan serokan sampah agar lokasi budidaya rumput laut dan kerang hijau yang berdampingan tidak mengalami gangguan selama pertumbuhan,” ujarnya.

Pembuangan sampah di sungai dan penebangan mangrove di pesisir pantai disebutnya kerap tidak terkontrol. Dia berharap ada kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas yang merusak lingkungan. Kerang hijau yang dibudidayakan sejatinya kerap tumbuh di lingkungan yang masih bersih dan belum tercemar.

Kerang hijau yang tumbuh secara alami di daerah mangrove dan muara sungai wilayah pesisir Timur Lampung, seperti muara Sungai Way Sekampung, Muara Gading Mas Lampung Timur serta area mangrove dan nipah di wilayah Desa Bandar Agung Kecamatan Sragi, Pantai Legundi dan wilayah Desa Sumur Kecamatan Ketapang.

Prospek yang menjanjikan secara ekonomis tersebut dengan harga per kilogram Rp40.000 membuat nelayan tangkap mulai beralih membudidayakan kerang hijau. Mereka secara intensif menggunakan teknik penyediaan tempat menempel kerang.

Sifat hidup kerang hijau menempel keras pada kayu, bambu,batu, akar mangrove serta akar nipah yang kerap berada di wilayah tersebut. Kerang hijau disebut Amran Hadi dalam setahun dibudidayakan dua kali. Masa panen melimpah biasanya pada Maret hingga Juli dengan hasil panen mencapai 25 ton.

Lihat juga...