Pemerintah Perlu Segera Cari Solusi Kelistrikan Nasional

Kepala Bagian Program pada Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia BPPT, Edi Hilmawan, yang hadir dalam diskusi sepakat perlunya perubahan kebijakan karena listrik terkait hajat hidup rakyat banyak.

Berdasarkan data tahun 2015, jumlah pelanggan PLN tercatat 59 juta, terdiri atas rumah tangga 54,6 juta (92,7 persen), bisnis 2,6 juta (4,5 persen) dan sosial 1,3 juta (2,2 persen).

“Pelanggan di sektor bisnis harus digenjot, karena potensinya amat besar. Saat ini industri besar membuat pembangkit sendiri,” kata Edi.

Total penjualan listrik 216,4 TWh, sebagian besar untuk rumah tangga (42 persen), industri (35 persen), dan bisnis (16 persen). Konsumsi listrik Indonesia 0,786 MWh/kapita masih rendah, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, hampir sama dengan India yang memperlihatkan kenaikan signifikan.

Tingkat konsumsi di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan China (4 MWh/kapita) yang gencar memacu industri, atau dibandingkan rerata dunia (3 MWh/kapita) dan negara-negara maju (9 MWh/kapita).

“Hal itu disebabkan kondisi fisik negara kepulauan serta banyak daerah yang masih terisolasi, sehingga grid interkoneksi di Indonesia sulit terbentuk,” kata Edi.

Edi melihat, belum saatnya PLN melakukan unbundling (pemisahan proses bisnis) demi menjaga pasokan dan harga terjangkau konsumen.

Privatisasi energi listrik juga berisiko besar, karena menyerahkan distribusi dan harga kepada mekanisme pasar bebas. Ia menyarankan, yang penting PLN fokus pada pembangunan infrastruktur jaringan transmisi sebagai tulang punggung untuk interkoneksi.

“Perlu dipertimbangkan untuk membagi PLN berdasarkan wilayah operasi, seperti di Jepang di bagi dua wilayah pengelolaan listrik,” katanya.

Lihat juga...