JAKARTA – Baru tiga pekan Anies-Sandi memimpin Jakarta, ibu kota negara dengan umat muslim terbesar di dunia. Dalam tiga pekan tersebut, terindikasi sudah banyak kebijakan yang pro kemaslahatan umat, tidak hanya bagi umat Islam, namun juga lainnya. Misalnya saja, dengan tegas pemerintahan Anies-Sandi akan menghentikan mega proyek reklamasi pantai dan juga akan mengembalikan hak-hak warga yang digusur.
Kebijakan tersebut jelas bertentangan dengan era pemerintahan Ahok-Jarot. Berkaitan dengan hal itu, salah seorang Dewan Pakar ICMI Pusat, Anton Tabah Digdoyo, mengucap syukur.
“Alhamdulillah jika begitu. Itu berarti Anies-Sandi orang yang saleh, faqih agamanya, juga tanda mereka Pancasilais. Tanpa harus berteriak-teriak saya Pancasila saya Indonesia dan sebagainya. Tahu strategi bagaimana mengelola umat atau rakyat. Dalam ilmu komunikasi ada teori, tangkaplah kuda dengan kuda atau tangkaplah merpati dengan merpati.
Sebinal apa kuda atau merpati pasti akan mendekat. Tahu adat tahu budaya tahu akidah. Bukan sok berkuasa,” ujar Anton Tabah.
Anton pun mengingatkan, memang sebaiknya jika jadi pemimpin senantiasa, dalam filosofi Jawa, aja dumeh. Jangan mentang-mentang menjadi pemimpin lantas seenaknya. Bagi Anton pula, yang dilakukan era sebelum Anies-Sandi tidak begitu efektif.
“Dikira masih zaman batu, rakyat bisa ditakut-takuti dengan kekuasaan? Perppu ormas yang jadi undang-undang itu pun satu gaya tersendiri, rupanya ingin menakut-nakuti rakyat dengan kekuasaan. Lihat penentangan rakyat menggelora. Rakyat sudah tak bisa ditakut-takuti,” tandas Anton.
Bagi Anton pula, yang dilakukan Anies-Sandi cukup bernilai sejuk, lembut, menyapa hati rakyat. Maka, Anton berharap, mereka bisa menjadi pemimpin yang rendah hati. Hormat pada yang lebih tua dan sayang pada yang lebih muda.