Pemberontakan 1965 Merupakan Puncak Kekejaman PKI

“Tidak bisa kita pungkiri bahwa peranan ABRI (sebelum berubah menjadi TNI) pada 1965 dalam mengendalikan stabilitas keamanan sangat besar sehingga instruksi Jenderal Gatot Nurmantyo saya anggap sebagai bagian untuk menjaga kebhinekaan dari ancaman komunis yang diindikasikan akan bangkit kembali akhir-akhir ini,” ujarnya saat ditemui Cendana News (28/9).

Para peserta tampak antusias mengiktu Diskusi dan Nobar Film Pengkhianantan G30 S/PKI/Foto; Khusnul Imanuddin.

Sementara itu penulis buku “Ayat-ayat yang Disembelih”, Thowaf Zuharon mengatakan bahwa kekejaman PKI pada 1965 merupakan puncak dari gerakan PKI yang ingin mengganti ideologi negara karena jika mencermati sejarah sebelum tahun 1965, sudah beberapa kali PKI ingin melakukan kudeta berdarah.

Seperti yang terjadi pada1945 ketika ketua PKI dijabat Tan Malaka mmelakukan gerakan swapraja yang melakukan penumpasan terhadap seluruh anggota kerajaan yang ada di Indonesia, seperti Kerajaan Langkat di Sumut yang menewaskan penyair Amir Hamzah, di Banten PKI juga menghabisi anggota BPUPKI dan juga menteri negara Otto Iskandarnatta serta gerakan Kutil di Tegal yang dengan biadab memancung puluhan kepala demang di Tegal, Brebes dan Pemalang yang dikemudian hari dikenal dengan peristiwa 3 daerah

Pimpinan Redaksi Cendananews.com tersebut juga menuturkan bahwa negara sosialis komunis yang digadang-gadang PKI sebagai sebuah negara yang mengutamakan kesejahteraan rakyat merupakan bualan semata.

Sebetulnya pada 1964, pendiri Gerakan Wanita Tani (Gerwani) sebagai salah satu underbouw PKI, SK Trimurti yang juga merupakan istri dari pengetik naskah Proklamasi, Sayuti Melik pernah ditugaskan oleh Presiden Soekarno berkunjung ke berbagai negara komunis di luar negeri.

Lihat juga...