Dari segi nilai sejarah budaya, pulau yang berbatasan dengan Australia tersebut memiliki karakter masyarakat yang mirip dengan karakter masyarakat di kepulauan Tanimbar maupun beberapa wilayah di Maluku Tenggara.
“Yang sudah kita miliki saat ini adalah beberapa data awal, tetapi itu data di Pulau Masela. Jika ditinjau dari segi arkeologi pra sejarah, Pulau Babar salah satu titik penting yang mesti ditinjau karena termasuk salah satu daratan yang paling dekat dengan Australia sehingga bisa menjadi salah satu titik yang bisa menjelaskan proses migrasi manusia dari Asia ke Australia seperti apa,” kata Marlon.
Lingkungan di Pulau Babar memiliki potensi kawasan karst yang tinggi dan memungkinkan adanya situs-situs gua besar dan berpotensi menyimpan peninggalan-peninggalan arkeologi yang menjanjikan serta bernilai pra sejarah yang tinggi.
“Sesuai pengamatan lingkungan dari peta, maka fokus kita nanti ke Babar Timur yakni di desa Kroin dan sekitarnya. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua minggu yakni sampai nanti minggu kedua bulan September 2017,” katanya.
Marlon menambahkan, beberapa waktu lalu pihaknya telah melakukan penelitian di pulau Masela, salah satu pulau di gugusan Kepulauan Babar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pulau Masela memiliki tiga karakter khas dalam kaitan dengan potensi arkeologis di wilayah tersebut, yakni konstruksi dan distribusi pemukiman kuno, jejak penguburan tradisional, dan situs-situs terkait sejarah lokal hingga peninggalan-peninggalan era kolonial Belanda yang masih terlihat dengan jelas. (Ant)