Galuik Balam Hoerdijah Adam

Rafiloza menuturkan karya musik ini merupakan perpaduan antara beberapa kesenian di Minangkabau, yakni dendang balam-balam dan ritual anak balam.

Pada karya ini diungkapkan bahwa balam-balam bermakna harmonisasi hubungan antarmanusia yang saling berdendang dan bergelut kata melalui aktivitas berbalas pantun secara bergantian.

Selain itu anak balam ialah ritual yang melibatkan makhluk halus dengan tujuan untuk mengobati orang sakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk gaib, dalam pemanggilan roh gaib ini juga menggunakan dendang yang dikenal dengan dendang anak balam.

Rafiloza menambahkan Galuik Balam dalam konteks pertunjukan ini adalah estetika yang melekat dalam realitas, dendang Balam-balam, ritual anak balam menjadi materi dalam proses kreatif penciptaan karya yang selanjutnya dijadikan sasaran kreatif secara audio visual.

Secara rinci, ia menjelaskan orientasi kreatif dalam penciptaan karya ini adalah menciptakan bentuk-bentuk musik baru, mengunakan unsur bunyi dalam kandungan suara burung balam.

Ia mengolah suara burung balam melalui nyanyian anak balam dengan berbagai karakter suara, baik yang berasal dari suara perut, kerongkongan maupun mulut.

Wujud Kesetiaan Melalui karyanya Rafiloza ingin menyampaikan tiga poin penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap manusia dengan mengacu pada balam dan ritual anak balam.

Poin pertama ialah sebagai wujud percintaan yang mengarah pada persoalan kasih sayang, yang dalam hal ini adalah percintaan pasangan manusia.

Poin kedua ialah wujud kesetiaan, sebagaimana yang diketahui bahwa burung balam adalah salah satu hewan yang dikenal setia kepada pasangannya.

Lihat juga...