Pemprov Sumbar Bolehkan Melaut Nelayan yang Tidak Miliki Izin

SELASA, 7 MARET 2017

PADANG — Nelayan di Sumatera Barat (Sumbar) mendapat perlindungan dari pemerintah setempat meski tidak memiliki izin melaut. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengatakan, mulai besok nelayan di Sumbar sudah boleh melaut lagi meskipun tidak memiliki izin seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 tentang alat tangkap waring dan lampu bagan 30 Gros Ton (GT) ke atas.
Demo nelayan yang protes terkait aturan KKP ke Kantor Gubernur Sumbar tahun 2016 lalu
Yosmeri menjelaskan, perlindungan diberikan oleh Pemerintah Provinsi Sumbar kepada nelayan melalui Surat Edaran Gubernur Sumbar yang akan dikirim ke aparat penegak hukum hari ini. Isinya, meminta kepada aparat keamanan agar tidak melakukan penindakan kepada kepala nelayan yang tidak memiliki izin saat melaut. Atas dasar lampiran surat dari Dirjen Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang memberikan waktu selama enam bulan untuk nelayan di Sumbar melaut kembali, seiring menunggu hasil revisi peraturan KKP tersebut.
“Surat edaran itu atas dasar hasil pertemuan Pemprov Sumbar dengan pihak Menko Kemaritiman dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang sebelumnya sudah meminta kepada dua kementerian itu meninjau ulang lagi atau merivisi Permen yang dikeluarkan,” ujarnya di Padang, Selasa (7/3/2017).
Jadi, sembari pihak kementerian melakukan peninjauan ulang terhadap Permen tersebut, Surat Edaran Gubernur Sumbar berlaku selama enam bulan yang terhitung sejak Januari hingga Juli 2017. 
“Selama enam bulan itu nelayan tidak memiliki izin dibolehkan untuk menangkap ikan,” tegasnya. 
Ia menyebutkan, saati ini dari 250 nelayan memiliki 30 gross ton (GT) ke atas, hanya 113 kapal yang telah memiliki Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP). Namun belum satu pun dari 250 kapal yang memiliki administrasi yang lengkap seperti SIUP, SIPI, Surat Layanan Operasional (SLO) dan membeli alat Sistem pemantauan kapal perikanan atau Vessel Monitoring System (VMS).
“Syarat administrasi ini yang memberatkan para nelayan. Karena biaya untuk SIPI itu membutuhkan biaya yang besar, misalnya untuk per satu GT nya para nelayan harus membayarkan Rp.412.000 bagi yang memiliki 30 GT keatas. Sekarang coba dihitung Rp.412.000 dikalikan dengan 50 GT, bisa mencapai Rp20 juta,” ungkapnya.
Menurutnya Yosmeri, soal aturan dari kementerian itu perlu ditinjau lagi, karena nelayan di Sumbar ini bukanlah seperti nelayan di daerah lain yang ada penguasaha kapal tangkap ikannya. Padahal di Sumbar, nelayan itu merupakan usaha keluarga, yang menjadi mata pencarian keluarga. Jika aturan itu diberlakukan, maka sama saja membunuh mata pencarian para nelayan.
“Bagi masyarakat di Sumbar nelayan itu sudah menjadi sebuah kearifan lokal, jadi peraturan itu memang sebaiknya direvisi dan tanpa menyamaratakan diseluruh daerah termasuk di Sumbar,” katanya lagi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Yosmeri memperlihatkan ukuran jaring terbaru
Yosmeri menyadari, bahwa tujuan dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 tahun 2016 itu untuk melindungi ekosistem ikan di laut. Akan tetapi sejauh ini, nelayan di Sumbar masih melakukan menangkapan ikan dengan baik, tanpa ada menggunakan cara yang merusak eksistem.
Sementara itu, Ketua Kelompok Nelayan di Muaro Padang, Slamet S menyatakan, memang perlu bagi pihak kementerian terkait untuk merivis aturan yang telah ditetapkannya itu. Karena nalayan di Sumbar khususnya di Padang, bukan nelayan yang memiliki penghasilan puluhan juta rupiah per hari, yang bisa memenuhi atau membayarkan Rp.412.000 per GT.
“Kami sudah sering koordinasikan hal ini dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, dan hasilnya sudah ditanggapi, cuma sekarang menunggu hasil dari pihak Kementerian,” ujarnya.
Slamet berharap agar pihak Kementerian terkait untuk merevisi aturan tersebut. Selain itu, katanya, para nelayan juga berharap agar pihak kementerian bersedia untuk bertemu dengan nelayan Sumbar, sebagai langkah untuk menyampaikan kondisi yang mereka hadapi.
“Kita ingin sekali bertemu dengan pihak kementerian, untuk berdiskusi dan memperlihatkan kondisi nelayan, agar mereka bersedia untuk merevisi aturan tersebut. Langkah itu perlu, agar mereka memiliki landasan dan keyakinan bahwa nelayan di Sumbar benar-benar dilema dengan aturan tersebut,” tutupnya.

Jurnalis: Muhammad Noli Hendra / Redaktur : ME. Bijo Dirajo / Foto: Muhammad Noli Hendra

Lihat juga...