Krisis Air dan Solusi Pertanian Lahan Basah di NTT

“Kejadian ini berdampak kepada perebutan air antarpetani dan ini akan semakin parah bila musim kemarau panjang sehingga tak heran bila sawah di Kecamatan Magepanda banyak yang hanya produksi setahun sekali atau dua kali saja setahun,” ungkapnya.

Sumber mata air di Kabupaten Sikka, sebut Win, sapaannya, banyak yang mengalami penurunan debit yang disebabkan karena areal hutan di sekitar mata air semakin berkurang akibat perambahan hutan dan penggundulan. Usaha yang harus dilakukan menurutnya adalah bagaimana melakukan konservasi terhadap mata air dengan upaya peningkatan aktivitas di sekitar mata air untuk menambah debit air. Harus ada suatu gerakan membangun keseimbangan hulu dan hilir.

“Keadilan hulu dan hilir harus terjadi sehingga jangan sampai orang di hilir yang menikmati air hanya cuma mengeluh saja tanpa ada upaya yang dilakukan meningkatkan debit mata air,” tuturnya.

Peraih penghargaan Pelopor Ketahanan Pangan Kabupaten Sikka ini mengakui, tidak ada kontribusi nyata petani di hilir bagi meningkatnya debit mata air dan masyarakat yang menjaga areal mata air. Win melihat ada ketimpangan perhatian pemerintah antara pertanian lahan basah dan lahan kering. Proyek-proyek yang masuk ke areal pertanian lahan basah sangat luar biasa sementara yang masuk ke areal lahan kering sangat terbatas.

“Padahal petani di sekitar mata air merupakan petani lahan kering dan mereka menyatakan areal itu merupakan kawasan yang dikelola mereka sehingga terjadilah perang di sana, akibat tidak adanya satu kepastian areal mata air itu,” jelasnya.

Di banyak tempat, beber pendiri WTM ini, terjadi pengelolaan areal pertanian sampai di bibir mata air namun hal ini tidak terjadi di Kabupaten Sikka dan hampir semua wilayah pertanian di provinsi NTT.

Lihat juga...