Program Transmigrasi di Era Pak Harto dalam Kenangan Warga Perantau di Jakarta

SENIN, 2 JANUARI 2017
JAKARTA — Dalam pertemuan Cendana News dengan Ketua RW 012, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, ada sisi lain perbincangan selain tentang Posdaya Soka Jakarta Selatan, terkait upaya Ngasimun, Ketua RW 012, yang mengaku banyak mengadaptasi cara Presiden Soeharto atau akrab disapa Pak Harto dalam memimpin serta melahirkan program-program pembangunan bagi rakyatnya.
Ngasimun di Kebun Bergizi Posdaya Soka RW 012.
Selain itu, ada sebuah perbincangan menarik pula terkait program di era pemerintahan Pak Harto yang bisa sampai ke masyarakat secara utuh dan terukur hasilnya. Ditambah lagi, rakyat banyak dibantu dalam proses transisi pelaksanaan program pembangunan tersebut, misalnya program transmigrasi dari Kabupaten Bantul di Yogyakarta ke Lampung.
Keluarga maupun tetangga Ngasimun di desa Mangiran dan sekitarnya di kawasan Srandakan, Bantul, Yogyakarta, banyak ikut program transmigrasi ke Lampung. Di sana mereka menempati lahan-lahan kosong yang nantinya diarahkan oleh Departemen Pertanian wilayah setempat untuk diberdayakan menjadi lahan-lahan pertanian.
“Ketika 1965, banyak warga desa Mangiran dan sekitarnya mulai mencari tempat lain, khususnya Jakarta, untuk mengadu nasib, karena kami miskin sekali di kampung. Jauh setelah itu, ketika digalakkan program transmigrasi oleh Pak Harto, banyak sekali baik saudara saya maupun tetangga yang mendaftarkan diri kepada Kepala Desa untuk bertransmigrasi,” kenang Ngasimun, memulai pembicaraan.
Menurut Ngasimun, banyak warga Wonosari dan Wonogiri yang datang mengadu nasib ke Jakarta. Umumnya, mereka ingin mengubah nasib dan sebagian lagi ingin melanjutkan sekolah. Dan, banyak dari mereka akhirnya menetap di wilayah yang sekarang bernama Kampung Duku, RW 012, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan. Semuanya sukses dan bisa bertahan hidup di Jakarta hingga hari ini.
Ngasimun (ketiga dari kanan), bersama Haryono Suyono dalam sebuah kegiatan Yayasan Damandiri.
Lha wong biasa macul (mencangkul –red) di desa, datang ke kota pasti rajin bekerja. Dan, orang rajin bekerja pasti sukses. Walaupun ukuran kesuksesan itu tidak bisa dilihat dari harta kekayaan, intinya mereka sukses bertahan hidup sampai sekarang baik jadi pedagang atau apapun,” lanjut Ngasimun.
Bagi warga Kabupaten Bantul, khususnya Desa Mangiran, yang ikut transmigrasi ke Lampung, mereka juga sekarang rata-rata berhasil dalam bertani. Dan, kebijakan pemerintahan Pak Harto kala menjalankan program transmigrasi pertama kali adalah menjamin kehidupan para transmigran sebelum panen pertama dilakukan. Dan, agar bisa panen, para transmigran dibekali penyuluhan pertanian oleh petugas-petugas pertanian yang ada di wilayah tersebut.
“Semua diajari, dididik dan diayomi dengan baik dan benar. Saya ingat kata Pak Lik (paman –red) saya yang ikut ke sana, katanya begini, semua harus belajar untuk jadi petani karena petani harus sukses, dan petani harus panen terus, begitu pesan Pak Harto melalui para penyuluh pertanian kepada warga desa transmigrasi asal Pulau Jawa di Lampung saat itu. Bukan jadi orang Jawa harus berhasil, tapi jadi petani itu harus berhasil, begitu cara Pak Harto menyatukan rakyat. Dan, akhirnya semua berhasil sampai saat ini,” tambah Ngasimun.
Di era Pak Harto, menurut Ngasimun secara pribadi, cara Pak Harto sangat tenang, namun terarah. PaK Harto dinilainya tidak tanggung-tanggung dalam mendidik rakyatnya, khususnya petani. Pak Harto tidak memberi uang, tapi memberi ilmu pengetahuan bagi petani. Pak Harto tidak memberi senjata, tapi memberi bibit tanaman kepada petani untuk ditanam agar panen. Dan, supaya bisa panen, Pak  Harto mendidik petani melalui penyuluh-penyuluh pertanian di masing-masing wilayah transmigrasi. 
Dan, semua program pembangunan sektor pertanian maupun sektor lainnya bisa sampai secara utuh kepada masyarakat. Jika di wilayah pedesaan, program maupun kiriman bibit tanaman disalurkan dengan baik melalui Koperasi Unit Desa atau KUD. Lalu, kerap ada Kelompencapir bagi tiap desa terpilih yang dikunjungi Pak Harto diajak komunikasi secara langsung.
“Saat itu, jika petani gagal panen, yang dimarahi oleh Pak Harto itu pejabat di daerah bersangkutan. Kalau sekarang yang dimarahi cuacanya, Mas,” sambung Ngasimun, sambil tertawa lepas.
Sekarang, semua keluarga Ngasimun maupun tetangganya yang dahulu bertransmigrasi ke Lampung banyak yang masih menjadi petani. Namun, tidak sedikit pula yang berubah haluan bekerja di kebun-kebun kelapa sawit, baik di Pulau Sumatera maupun di Kalimantan. Dan, dari semuanya itu, yang paling sukses kehidupannya hingga sekarang adalah mereka yang bertani. Namun sekali lagi, kesuksesan bagi Ngasimun adalah bukan semata diukur dengan kepemilikan harta benda, melainkan bagaimana seseorang bisa bertahan hidup di suatu tempat dengan baik dan benar, lalu bisa merubah diri dari bukan apa-apa menjadi sesuatu yang berarti.
“Kalau bukan Pak Harto, siapa lagi yang bisa membuat program transmigrasi jadi lancar? Dan, bukan lancar saja, tapi aman. Lahan tidak ada yang berani mengaku-ngaku kepemilikannya. Semoga keluarga saya di Lampung, tetangga saya, dan semua transmigran yang ada di sana baik-baik saja hingga kapan pun,” pungkas Ngasimun.

Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : Koko Triarko / Foto : Miechell Koagouw

Lihat juga...