Perlombaan Mengais Rezeki di TPA Makassar

JUMAT 20 JANUARI 2017
MAKASSAR—Kesekian kalinya saya menyusuri jalan besar yang ada di Kota Makassar.  Liputan saya kali ini membawa saya  ke sebuah daerah padat penduduk yang terpinggirkan jauh dari gedung-gedung tinggi yang menjulang dan hirup pikuk kendaraan yang berlalu-lalang. Daerah ini termasuk dalam wilayah Kelurahan Tamngapa Kecamatan Manggala. Jauh dari kesan elit kawasan ini merupakan kawasan tempat pembuangan akhir (TPA). Letak  TPA ini terletak di Jalan Borong Jambu.
TPA Jalan Borong Jambu, Makassar.
Baru memasuki kawasan Jalan Tamangapa Raya saja sudah tercium bau busuk.  Padahal jarak dari Jalan Tamangapa Raya ke Jalan Borong Jambu sekitar 10 meter. Baunya semakin tajam  begitu saya memasuki TPA ini saya disambut dengan bergunung-gunung tumpukan sampah. Dan mobil-mobil besar dengan bak terbuka yang lalu lalang mengatarkan sampah dari seluruh kota Makassar dan dari berapa kabupaten yang ada di sekitar Makassar seperti Gowa dan Maros.
Setiap hari 360 unit mobil sampah dari 13 kecamatan yang ada dimakassar,belum lagi sampah-sampah yang ada di seluruh Kota Makassar.  Bahkan sampah-sampah kapal yang singgah di pelabuhan ditampung di TPA manggala yang luasnya 2,8 hektar yang menjadi TPA satu-satunya di Makassar.  
Di dalam TPA terdapat puskesmas kecil. Puskesmas ini di peruntukan untuk warga yang tinggal di sekitar.  Di kawasan ini banyak terdapat puluhan rumah ada yang semi permanen ada yang permanen mereka yang tinggal disini notaben pekerjaannya merupakan pemulung dan mengepul sampah. 
”Setiap ada mobil yang datang maka saya bergegas kesana untuk mengais rezki, sehari-hari saya mendapat 50 ribu rupiah dari hasil memulung untuk menghidupi dua anak saya yang ada di kampong” ujar DG ngai (40), salah seorang pemulung  saat ditemui Cendana News Kamis siang (19-01-2017.
Orang-orang yang tinggal di sekitar sini hidup bergantung dari sampah-sampah. Hasil pulungan dijual ke pengepul yang tinggal di situ juga. Menurut DG Ngai jika ada mobil yang datang maka para pemulung  harus bergegas ke tempat sampah-sampah itu. Mirip sebuah perlombaan antar pemulung.  Selain itu tergantung dari mobil sampah itu tergantung dari jenis sampah yang diangkut. 
“Jika sampahnya kebanyakan dari sampah pasar maka hasil pulungan saya akan sedikit karena sampah pasar biasa banyak sampah basahnya dibandingkan sampah pastik,” kata DG Ngai.
DG Ngai sudah menjadi pemulung sejak 6 tahun terakhir ia tinggal di tempat yang dibangun UPTD TPA  bersama teman-teman sesama perantau dari kampung yang kurang beruntung dalam mendapatkan pekerjaan di Makassar, sehingga dia memilih untuk menjadi pemulung.
Bahkan orang-orang yang tinggal di sini sudah terbiasa dengan bau busuk yang sering tercium. Sudah rutinitas sehari-hari hidup berdampingan dengan sampah bahkan mencari rezeki dari sampah.  Orang yang tinggal di sini sudah tidak takut lagi dengan penyakit-penyakit yang menyerang. 
Hampir semua anak yang tinggal di kawasan ini juga sering bermain dengan sampah. Semua yang tinggal disini dekat satu sama lainnya seperti keluarga sendiri, rasa persaudaraan warga yang ada disini sangatlah tinggi. Sedangkan perumahan elitpun belum tentu memiliki rasa persatuan yang dimiliki oleh warga Borong Jambu yang tinggal di sekitar TPA Manggala.
DG Ngai.
Jurnalis: Nurul Rahmatun Ummah/Editor: Irvan Sjafari/Foto: Nurul Rahmatun Ummah
Lihat juga...