SABTU, 7 JANUARI 2017
MALANG — Tepat berada di seberang Gereja Kayutangan, terdapat sebuah toko makanan legendaris bernama Toko Oen, yang juga merupakan bangunan peninggalan pemerintah Belanda saat menduduki Malang. Toko Oen berada di Jalan Basuki Rahmad Nomor 5, yang pada masa didirikannya bernama Jalan Kayutangan.
![]() |
Gedung Balai Kota Malang. |
Sebelum menjadi toko makanan atau restoran, Toko Oen dahulu merupakan toko pakaian yang dimiliki oleh orang Amerika. Namun pada 1930, toko pakaian tersebut dibeli oleh orang Thionghoa dan namanya diubah menjadi Toko Oen. Nama itu dipakai hingga sekarang. Bangunan Toko Oen tidak hanya mempertahankan kekunoan di bagian luarnya saja, tetapi juga bagian dalam toko.
Saat memasuki bangunan legendaris tersebut, pengunjung akan disambut dengan tulisan berukuran besar berwarna merah berbunyi, Welkom (bukan welcome -red) In Malang Toko Oen Die Sinds 1930 Aan De Gasten Gezelligheid Geeft. Suasana kuno zaman kolonial pun seketika langsung terasa dengan penataan interior yang masih dipertahankan seperti pada zaman pendudukan Belanda.
Penggunaan meja bundar serta kursi rotan berukuran tidak terlalu tinggi, menambah kesan kekunoan dari bangunan ini. Selain menjual berbagai jenis makanan, es krim dan juga minuman lainnya, di dalam Toko Oen juga didapati etalase-etalase kuno berisikan makanan-makanan ringan. Pada dinding toko juga dipajang beberapa foto Toko Oen zaman dahulu dan bangunan kuno lainnya. Selain warga lokal, wisatawan asing juga sering mengunjungi toko peninggalan zaman Belanda tersebut.
![]() |
Toko Oen |
Bangunan tua dan bersejarah lainnya di Kota Malang adalah Balai Kota Malang dan Splinid Inn. Letaknya berada di kawasan Alun-alun Tugu atau yang sering pula disebut Alun-alun Bunder, karena bentuknya yang bundar. Bangunan Balai Kota Malang, dibangun oleh pemerintah Belanda pada 1927-1929 di Jalan Tugu Nomor 1. Sebelum pembangunan dilakukan, pemerintah Belanda menggelar sebuah sayembara untuk merancang desain Balai Kota.
Namun, dari 22 peserta sayembara, tidak ada satupun karya yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sehingga, pada 14 Februari 1927, oleh Dewan Kota dipilih rancangan terbaik untuk kemudian dilakukan perubahan. Rancangan yang terpilih itu adalah rancangan HF. Horn dari Semarang, Jawa Tengah.
Dalam sejaarahnya, disebutkan bangunan Balai Kota Malang pada tahun 1947 sempat hendak dibumihanguskan oleh para pejuang, yang bertujuan agar Belanda tidak merasa nyaman kembali ke Kota Malang pada masa itu. Baru setelah zaman perang kemerdekaan, bangunan Balai Kota Malang kembali dibangun.
Meskipun sempat dibumi-hanguskan, kekunoan Gedung Balai Kota Malang masih terasa. Dengan bentuk lubang jendela yang lebar dan penggunaan jendela berbahan kayu, semakin menambah kekunoan bangunan megah yang masih kokoh berdiri tersebut.
Jurnalis : Agus Nurchaliq / Editor : Koko Triarko / Foto : Agus Nurchaliq