Tradisi Hantaran Pra Natal Masih Lestari Di Pedesaan Lampung

SABTU, 24 DESEMBER 2016

LAMPUNG — Kebahagiaan menyambut kelahiran Isa Al-Masih yang dipercaya sebagai sang Juru Selamat bagi umat Kristiani, diungkapkan dengan ungkapan syukur layaknya menyambut kelahiran seorang bayi dalam sebuah keluarga. Tradisi masak bersama dan kemudian hasil masakan dikirim ke kerabat, tetangga terdekat masih tetap dilestarikan di Pekon Gumukmas, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Warga memasak untuk tradisi hantaran jelang Natal di Lampung.
Layaknya mengadakan acara syukuran kelahiran bayi, kaum ibu terlihat sibuk di dapur mengolah aneka hidangan untuk dihantarkan ke tetangga yang dikenal dengan tradisi hantaran. Selain dikerjakan oleh keluarga Kristiani, proses memasak pun dibantu oleh keluarga muslim terdekat untuk proses mengolah masakan hingga siap dikirimkan.
Menurut salah-satu warga Pekon Gumukmas, Yohana (40), tradisi memasak untuk dihantar ke tetangga tersebut sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Ia mengaku saat proses menyembelih ayam pun ia meminta bantuan dari tetangga yang muslim untuk memotong sesuai dengan ketentuan yang ada dalam agama Islam, dan kaum ibu ikut membantu memasak di dapur.
Sementara kaum perempuan sibuk memasak di dapur, kaum laki-laki biasanya sibuk juga membuat pohon terang dan goa natal yang dipersiapkan di ruang tamu untuk menambah kemeriahan ornamen natal. “Kalau di sini, tradisi hantaran memang masih dipertahankan. Saat beberapa hari sebelum Idul Fitri, kami mendapat hantaran nasi lengkap dengan lauk pauk, demikian sebaliknya saat menjelang natal kami pun dengan senang hati memasak untuk kerabat dan tetangga,” ungkap Yohana, Sabtu (24/12/2016).
Tradisi  hantaran, mengirim makanan kepada kerabat dan tetangga jelang Natal di Lampung.
Seperti tradisi hantaran saat menjelang Idul Fitri umat muslim, tradisi hantaran umat Katolik pun menyajikan menu makanan tradisional hasil olahan kaum ibu di dapur. Menurut Yohana, biasanya kaum ibu akan memasak dan mengolah beragam bahan masakan sejak pagi dan menjelang siang. Saat hidangan siap, akan dikirim ke tetangga menggunakan wadah berupa rantang yang disusun sehingga tradisi tersebut masih dikenal dengan sebutan ‘rantangan’ atau hantaran. 
Beberapa menu yang diolah, antara lain, rendang daging sapi, mi kuning dan putih, oseng tempe, serta beragam lauk lainnya seperti ikan laut dan ayam.
Setelah tengah hari selesai dimasak, satu demi satu hantaran akan diantar oleh sang anak atau ibu tuan rumah yang memasak. Umat muslim yang tinggal di sekitar lingkungan umat Katolik pun terlihat dengan senang hati menerima hantaran dari tetangga yang akan merayakan Natal. Penerimaan tersebut merupakan bentuk keberagaman, karena pada momentum Idul Fitri, beberapa keluarga Katolik pun menerima hantaran dari keluarga muslim.
Tradisi tersebut berdasarkan pantauan Cendana News juga masih dipertahankan di beberapa desa (pekon) di Kabupaten Pringsewu. Dua hari sebelum Natal dengan kesibukan membuat kue-kue natal, para ibu dibantu tetangga, keluarga mulai menyiapkan hidangan untuk tradisi hantaran. Seperti yang dilakukan Catarina (34), warga Pringombo yang sempat memasak untuk tradisi hantaran sehari menjelang Natal.
Catarina mengaku sepekan sibuk membuat kue-kue natal untuk dihidangkan bagi para tamu, sehingga kegiatan memasak untuk tradisi hantaran baru bisa dilakukan Sabtu (24/12/2016), sebelum perayaaan malam natal. Aktivitas memasak yang akan dihantarkan ke tetangga tersebut masih tetap dipertahankan hingga kini, lebih-lebih karena masyarakat masih tetap menjaga kekerabatan tanpa memandang agama yang dianut.
“Sebagian besar masyarakat kita kan masih kerabat dan tradisi Jawa juga masih kental, tradisi hantaran ini terbawa dalam kehidupan kami, meski agama yang dianut berbeda, namun tradisi masih dihayati,” ungkap Catarina.
Selain sebagai ungkapan syukur dengan masih saling mengirimkan hantaran atau rantangan, kepedulian kepada sesama menurut Catarina, masih dipertahankan. Hal tersebut menjadi sebuah makna akan toleransi yang masih dipertahankan oleh masyarakat Pringsewu menjelang hari raya Idul Fitri dan menjelang Natal. Saat hantaran diserahkan ke tetangga sekaligus undangan untuk berkunjung saat pelaksanaan kunjungan (open house), tetangga bisa mengunjungi umat Kristiani yang sedang merayakan Natal.
Salah-satu warga lain JT. Conis, mengungkapkan, tradisi tersebut masih ada semenjak dirinya masih duduk di bangku Sekolah Dasar hingga kini dirinya sudah dewasa. Ia mengenang mendapat hantaran dari tetangga merupakan sebuah kebahagiaan, karena menjadi bentuk kepedulian kepada tetangga. Meski demikian, ia mengaku tak pernah mempersoalkan agama yang dianut si pengirim hantaran.
“Sampai sekarang pun demikian tetap ada dan tanpa memperhitungkan pengirim dari agama apa, yang penting kami tetap hidup berdampingan dengan rukun,” terang JT.Conis.

Jurnalis : Henk Widi / Editor : Koko Triarko / Foto : Henk Widi

Lihat juga...