“Kalau saya tidak merasa khawatir sama sekali dengan maraknya cangkul impor. Memang sejak dulu saya tidak memproduksi cangkul dengan banyak, tetapi hanya menerima pesanan dan perbaikan saja. Makanya ketika petani sudah mengetahui dari kualitas cangkul impor yang mereka beli ternyata kurang baik dan harus diperbaiki lagi, maka ke depan mereka tidak akan membelinya lagi,” jelasnya.
Lebih lanjut, lelaki yang sudah menjalankan usaha pandai besi sekitar 17 tahun itu menjelaskan, maraknya cangkul impor memang secara otomatis akan merugikan kepada pandai besi perajin cangkul yang berskala besar. Sebab jika sudah diserbu cangkul impor, cangkul yang diproduksi oleh masyarakat di negara ini khawatir tidak mampu bersaing di pasaran.
“Pemerintah alangkah baiknya mencegah adanya cangkul impor selama produk itu masih bisa dibuat oleh masyarakat negara ini. Karena jika sampai banyak cangkul impor nyasar ke pasaran nantinya dapat mematikan pangsa pasar para perajin cangkul di sini,” harapnya.
Sedangkan cangkul yang ia produksi tidaklah mahal, hanya dipatok dengan harga sebesar Rp 60.000 per unit, namun untuk yang mengganti besi depan cangkul yang kurang tajam dipatok dengan harga Rp 50.000 per unit, dan jika hanya memperbaiki cangkul agar bisa digunakan lebih nyaman dipatok harga sebesar Rp 10.000 per unit. Bahkan selama ini lebih banyak menerima perbaikan dibanding dengan pemesanan, itu pun hasil yang diperoleh tidak jauh beda dengan membuat baru, karena ketika dihitung pekerjaan yang dilakukan untuk membuat cangkul bisa lebih lama. Akibatnya mereka tetap membeli cangkul karya pandai besi di negeri sendiri.