SELASA, 15 MARET 2016
Jurnalis: Zulfikar Husein / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber foto: Zulfikar Husein
ACEH — Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) Aceh mencatat, setelah lebih dari 10 tahun pasca konflik, masih banyak warga yang belum sadar administrasi kependudukan. Terutama, administrasi keluarga-keluarga yang menikah saat konflik Aceh masih berlangsung.
Sekretaris Eksekutif RPuK, Leila Juari |
“Temuan kita, dari tiga desa yang kita dampingi di Kecamatan Nisam, Aceh Utara, ada 135 pasangan yang menikah pada masa konflik atau dibawah tahun 2007 yang belum memiliki akta nikah dan akta kelahiran untuk anak-anaknya,” ujar Sekretaris Eksekutif RPuK, Leila Juari kepada Cendana News, Selasa (15/3/2016).
Leila melanjutkan, jumlah tersebut bisa jauh lebih banyak, mengingat luas wilayah geografi masing-masing desa di Aceh Utara.
“Kemudian masih kurangnya kesadaran warga atas kebutuhan dokumen administrasi kependudukan,” katanya.
Katanya, ia dan beberapa pihak yang terlibat seperti Bappeda dan Mahkamah Syariah pernah menggelar pertemuan membahas persoalan tersebut. Dalam pertemuan itu terungkap lebih dari 5.000 pasangan suami istri yang menikah ketika konflik belum memiliki akta nikah di Kabupaten Aceh Utara.
Disebutkan, RPuK sebagai salah satu lembaga yang fokus pada kemanusiaan, mengharapkan Pemerintah Aceh memiliki kepedulian terhadap masyarakat yang belum memiliki kelengkapan administrasi kependudukan tersebut. Selain itu, juga membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya dokumen-dokumen kependudukan.
“Kita ingin mendorong pemerintah kabupaten agar memiliki layanan terpadu untuk pengadaan akta nikah dan akta kelahiran bagi pasangan atau masyarakat yang terkena dampak konflik dimasa lalu,” pungkas Leila.