Mekotekan, Tradisi Tolak Bala Desa Adat Munggu

MINGGU, 21 FEBRUARI 2016
Jurnalis: Bobby Andalan / Editor: : Gani Khair / Sumber foto: Bobby Andalan

BALI—Warga Bali tak pernah habis akan kekayaan adat, tradisi dan budayanya. Seperti yang dilakukan umat Hindu di desa adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.


Warga disini menggelar tradisi Mekotekan yang merupakan warisan turun temurun. Tradisi Mekotekan digelar untuk menolak bala yang khusus dilaksanakan pada Hari Raya Kuningan di Jalan Raya Munggu, Mengwi.
Tradisi Mekotekan ini dilaksanakan setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali dan sudah ada sejak tahun 1934. Bendesa Adat Munggu, I Made Rai Sujana memaparkan bahwa acara tradisi itu merupakan bagian dari ritual tolak bala untuk masyarakat Bali khususnya di kawasan Munggu.
“Acara ini setiap enam bulan dilaksanakan. Ini sebagai bentuk kepercayaan kami warga Munggu agar terbebas dari marabahaya dan penyakit,” paparnya kepada wartawan yang hadir di acara Mekotekan.
Prosesi gerebek Mekotek diikuti oleh ribuan warga Munggu yang terdiri dari 12 Banjar diikuti oleh kaum pria. Mereka mengelilingi kampung dengan melakukan tarian Mekotekan dalam rangka merayakan Hari Raya Kuningan.
Dahulu, perayaan Mekotek menggunakan besi, yang memberikan semangat juang untuk ke medan perang atau dari medan perang. Namun, karena banyak peserta yang terluka, maka tombak dari besi tersebut diganti dengan tongkat dari kayu pulet yang sudah dikupas kulitnya dan diukur panjangnya sekitar 2-3,5 meter.
Para peserta diwajibkan mengenakan pakaian adat madya yaitu kancut dan udeng batik dan berkumpul di Pura Dalem Munggu. Setelah berkumpul, mereka melakukan persembahyangan dan ucapan terima kasih atas hasil perkebunan. Setelah itu, seluruh peserta melakukan pawai menuju sumber air di kampung Munggu. Upacara ini diikuti oleh 2000 peserta, yakni penduduk Munggu yang terdiri dari 15 banjar turun ke jalan dari usia 12 hingga 60 tahun. Para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 50 orang. Tongkat kayu yang dibawa, diadu di atas udara membentuk piramida atau kerucut.
Bagi peserta yang punya nyali, naik ke puncak kumpulan tongkat kayu tersebut dan berdiri diatasnya dan memberikan komando semangat bagi kelompoknya. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok lain. Komando yang diberikan oleh orang yang berada di puncak tongkat adalah menabrak kumpulan tongkat lawan atau kelompok lain. Tradisi Mekotek ini diiringi dengan gamelan untuk menyemangati para peserta.
Untuk mengamankan acara dan melancarkan arus lalu lintas, Polsek Mengwi menurunkan sedikitnya satu kompi sabhara bersenjata lengkap.
Sebanyak empat titik di sekitar Jalan Raya Munggu dibuat sistem buka tutup selama acara Mekotekan berlangsung sejak pukul 13.00-17.00 WITA.
Lihat juga...