Investasi Jangka Panjang, Nelayan Tradisional Pilih Bagan Tancap

MINGGU, 28 FEBRUARI 2016
Jurnalis : Henk Widi / Editor : ME. Bijo Dirajo/ Foto: Henk Widi 

LAMPUNG — Nelayan tradisional di wilayah Pesisir Barat, Pesisir pantai Timur Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung mulai memilih menggunakan bagan tancap untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. Beberapa waktu sebelumnya nelayan di Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Desa Bakauheni Kecamatan Bakauheni, Desa Maja Kecamatan Kalianda lebih memilih alat tangkap tradisional dengan cara memancing dan menjala.
Nelayan sedang membuat bagan tancap
Proses penangkapan ikan menggunakan cara cara tradisional dilakukan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan yang berada di sepanjang Teluk serta pesisir pantai yang terlindung di antara pulau pulau kecil. Salah satu nelayan di Desa Legundi Kecamatan Ketapang, Ansori (45) mengaku mencari ikan di sekitar Pulau Mundu, Pulau Seram dan Pulau Rimau Balak menggunakan perahu bermesin.
“Kami melakukan proses penangkapan sambil menunggu hasil tangkapan dari bagan apung semi modern karena proses penangkapan bisa kami lakukan setelah dirasa cukup banyak ikan yang ada di bagan,”ungkap Ansori saat dikonfirmasi Cendana News, Minggu (28/2/2016).
Ia mengatakan, sebagian besar nelayan di daerahnya menggunakan dua tekhnik penangkapan ikan, menggunakan kapal serta menggunakan menggunakan bagan tancap. Selain itu beberapa nelayan menggunakan bagan congkel atau yang dikenal dengan bagan apung yang menggunakan kapal berukuran besar dan dapat dipindah-pindah.
“Namun akhirnya banyak juga yang kembali beralih menggunakan bagan tancap yang relatif lebih murah namun hasilnya cukup lumayan,”ungkap Ansori.
Namun setelah dioperasikan, ikan yang ditangkap dengan menggunakan bagan apung tersebut tidak maskimal dan tidak sebanyak hasil tangkapan dengan bagan tancap. Selain hasilnya minim, biaya operasionalnya besar, modal untuk membuat bagan apung juga jauh lebih besar dibandingkan dengan membangun bagan tancap yang menggunakan bahan baku kayu bakau. Untuk bagan apung, kata Ansori, biaya pembuatannya, untuk membeli kapal berserta mesin, jaring dan mesin genset untuk penerangan mencapai Rp.40 juta-Rp.70 juta per unit.
Sedangkan biaya pembuatan bagan tancap, yang menggunakan bahan baku kayu bakau diperkirakan hanya sekitar Rp.20 juta -Rp.30 juta per unit. Begitu juga dengan perawatannya, biaya perawatan bagan tancap lebih murah dibandingkan dengan bagan apung. Nelayan cukup melakukan pemeriksaan sejumlah alat yang digunakan di bagan tancap menggunakan perahu dan kembali ke darat melakukan aktifitas lain.
Penggunaan bagan tancap juga mulai dilakukan oleh nelayan di sekitar pantai Blebug Bakauheni Lampung Selatan. Kondisi perairan yang cukup bagus dengan perlindungan Pulau Sekepol, Pulau Mengkudu serta perairan yang tenang membuat beberapa nelayan yang memiliki modal membuat bagan tancap. 
Bahan bahan pembuatan bagan tancap diantaranya kayu kelapa, bambu serta berbagai jenis kayu lainnya yang dikerjakan oleh beberapa nelayan. Butuh puluhan kubik kayu serta ratusan batang bambu berkualitas untuk pembuatan bagan tersebut.
“Kalau dibuat secara patungan biasanya biaya dibebankan kepada setiap anggota kelompok dan hasilnya dibagi rata saat bagan tancap sudah menghasilkan ,”ungkap Joni salah satu nelayan di Blebug.
Dia menuturkan, saat ini nelayan bagan di Belug semakin bertambah banyak, terbukti setiap tahun jumlah bagan selalu bertambah banyak. Saat ini jumlah bagan di sekitar pantai Blebug sudah mencapai sekitar 10 buah dan kemungkinan akan bertambah.
Karena semakin banyaknya jumlah nelayan bagan, penghasilan membagan juga tidak sebesar lima tahun lalu. Meskipun demikian jumlah ikan yang diperoleh tergantung musim angin dan musim ikan yang menyesuaikan pergerakan arus laut.
“Beberapa tahun lalu, jika tepat musimnya, membagan satu malam bisa menghasilkan Rp.2 juta lebih, tetapi akhir-akhir ini mendapatkan Rp.500 ribu saja sudah sangat sulit,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Abdulah, nelayan asal Makassar yang telah tinggal di Blebug sekitar 20 tahun. Ia mengaku pendapatan nelayan semakin tahun bukan semakin besar, tetapi sebaliknya semakin turun, namun ia mengakui hal tersebut tetap harus disyukuri.
Pembuatan bagan tancap yang menggunakan biaya cukup besar tersebut oleh sebagian nelayan diperuntukkan sebagai sarana investasi atau menabung. Sebab penggunaan bagan tancap meskipun memerlukan biaya cukup mahal namun perolehan ikan dalam musim musim tertentu modal yang digunakan akan kembali. Beberapa ikan yang sering diperoleh dalam alat tangkap bagan diantaranya teri nasi, ikan simba, cumi cumi, serta berbagai ikan lain yang diperoleh dalam jumlah banyak.
“Saat memasuki bulan Maret dimana musim teri dan cumi tinggi dengan asumsi rata rata pendapatan bagan tancap mencapai Rp.2juta perhari maka dalam satu bulan modal pembuatan bisa kembali,”ungkap Abdulah.
Investasi dalam bentuk alat tangkap tersebut menurut Abdulah diperlukan sebagai sarana mendapat penghasilan secara berkala. Sebab selama ini nelayan tradisional hanya melakukan proses penangkapan menggunakan jaring, pancing serta alat tangkap sederhana lainnya. Sementara bagan congkel, bagan tancap merupakan alat tangkap semi modern yang memerlukan biaya besar namun hasilnya cukup menjanjikan bagi nelayan.
“Semua pekerjaan memerlukan modal, namun tetap harus ada keberanian dan pembuatan bagan tancap merupakan salah satu investasi tepat bagi nelayan,”ungkap Abdulah yang juga salah satu ketua kelompok nelayan di wilayah tersebut.
Kondisi nelayan di perairan pesisir Lampung Selatan menurut Abdulah tergantung dengan kondisi angin. Sehingga saat musim angin cukup bersahabat sambil menunggu hasil bagan tancap nelayan bisa melakukan aktifitas menangkap ikan dengan perahu atau melakukan aktifitas berkebun di darat.
Lihat juga...