Atasi Masalah Air, Petani di Lampung Pilih Padi Gogo

RABU, 24 FEBRUARI 2016
Jurnalis : Henk Widi / Editor : ME. Bijo Dirajo/ Foto: Henk Widi 

LAMPUNG — Menyikapi permasalahan air akibat musim kemarau, petani di Lampung Selatan, Provinsi Lampung memilih untuk mananam padi jenis gogo rancah yang dapat ditanam tanpa menggunakan air cukup banyak.
Padi Gogo yang ditanam dengan metode tumpangsari
Seorang warga Desa Lubuk Kecamatan Kalianda, Syahrudin (45) menyebutkan, akibat musim kemarau berkepanjangan, ketersediaan air irigasi tidak bisa menjangkau wilayah tersebut. Padi jenis gogo ditanam menggunakan sistem tumpangsari dengan tanaman jagung dan tanaman ubi kayu di lahan seluas satu hektar.
“Sistem tumpangsari saya lakukan karena lahan sawah mengalami kekeringan, sementara lahan perkebunan yang luas masih bisa kami manfaatkan dengan pola tanam padi tanpa olah tanah seperti bajak sawah cukup dengan tajuk,”ungkap Syahrudin kepada Cendana News, Rabu (24/2/2016).
Dijelaskan, sebelum ditanam, tanah diolah dua kali. Pertama pada musim kemarau atau setelah terjadi hujan pertama yang dapat melembabkan tanah dan yang kedua saat menjelang tanam.
Pengolahan tanah bisa menggunakan cangkul atau ternak secara disingkal. Selanjutnya lahan dibiarkan atau dikelantang. Bila curah hujan sudah turun berkelanjutan dan memungkinkan untuk tanam, lahan segera diolah lagi untuk menghaluskan bongkahan tanah sambil meratakan sampai siap tanam.
“Kalau sawah basah kan selalu menggunakan air untuk kebutuhan padi, namun jika tanaman padi tanah kering bisa dilakukan di tanah kebun yang tidak butuh air mengalir,”ungkap Syahrudin.
Ia mengungkapkan, bila kondisi lahan berlereng sampai bergelombang, setelah pengolahan tanah pertama, perlu dilakukan pembuatan teras gulud untuk mengurangi terjadinya erosi tanah yang berlebihan. Pada guludan dapat juga untuk menumpuk bebatuan bila ada, tetapi sebaiknya diusahakan untuk menanam tanaman penguat teras, berupa rumput unggul yang secara periodik dapat dipangkas untuk pakan ternak.
Selama ini beberapa  petani di Desa Lubuk menanam lebih dari 3 (tiga) varietas padi gogo. Setiap varietas ditanam pada bedengan atau calon lorong yang berbeda. Bila akan menggunakan 3 varietas padi gogo, lorong pertama ditanam varietas A, lorong kedua varietas B dan lorong ketiga varietas C. Penanaman padi gogo dengan sistim mozaik varietas akan mengurangi terjadinya serangan hama dan penyakit terutama penyakit blas.
Warga lainnya, Abdulah mengaku menanam padi gogo di lahan miliknya yang sebagian besar masih ditanam kelapa. Ia menyebutkan, karena angat tergantung air hujan maka biasanya padi gogo hanya bisa ditanam sekali dalam setahun dan diselingi dengan tanaman kering seperti jagung dan kedelai.
Setelah sekitar 3-4 bulan dan bulir padi sudah mulai menguning maka padi siap untuk dipanen.Proses pemanenan pun seperti pemanenan padi sawah. Meski jarang dibudidayakan ia mengungkapkan hasil padi gogo per hektar lumayan besar yaitu 3-4 ton gabah kering giling perhektar sehingga mampu menunjang kehidupan para petani.
Sementara itu, Toni, kepala Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sinar Tani mengungkapkan, penanaman padi jenis gogo dilakukan petani untuk mengatasi kesulitan dalam mengolah sawah tanpa penggunaan air berlebih yang selama ini dikeluhkan.
“Meski hasilnya tak sebanyak padi sawah namun untuk kebutuhan petani sudah cukup bagus sebagai sumber pangan bahkan bisa tumpangsari dengan tanaman jagung dan ubi kayu,”ungkap Toni.
Pola tanam tanah kering non sawah tersebut dilakukan untuk peningkatan ekonomi petani selama musim penghujan belum cukup untuk penanaman padi pola sawah. Berdasarkan data beberapa petani di wilayah tersebut melakukan pola penanaman padi gogo mencapai hektaran.
Lihat juga...