Rumah adat Betawi terdiri dari berbagai Type, diantaranya type Kebaya dan Joglo dan sesuai fungsinya memiliki beberapa ruangan antara lain Paseban, Ruang Tamu, Pangkeng, Ruang Rias, Ta’Pang, dan lain-lainnya. Rumah Betawi Joglo terdiri dari beberapa bagian, yakni :
1. Langkan, pembatas antara bagian dalam dan bagian luar Paseban. Dan sejajar dengan Langkan adalah Gigi Balang, yaitu hiasan atap rumah Betawi yang melambangkan kejujuran, keberanian, keuletan, dan kesabaran. Gigi Balang itu sendiri biasanya dipasang disekeliling listplang rumah Betawi.
2. Paseban, tempat menerima tamu, disini dilengkapi dua set kursi dan meja dimana kursi berbentuk setengah lingkaran beserta meja bulat adalah untuk menerima tamu wanita sedangkan kursi berbentuk persegi dan meja persegi adalah untuk menerima tamu pria. Satu bagian dengan Paseban terdapat jendela berbentuk kayu-kayu memanjang sejajar yang bernama Jendela Bujang dengan fungsi sebagai sarana berkomunikasi antara bujang dan anak gadis sebelum menjadi suami isteri. Disamping jendela bujang terletak pintu masuk rumah, dengan ventilasi diatasnya yang bernama Ventilasi Matahari Terbit. Hiasan bunga matahari melambangkan pemilik rumah harus menjadi inspirasi masyarakat sekitar karena matahari merupakan sumber kehidupan. Disisi ventilasi matahari terbit terdapat sebuah lubang angin kecil berupa ukiran berbentuk bunga cempaka yang memiliki makna ibarat cempaka dipusara, mengingatkan bahwa suatu saat manusia akan kembali kepada Sang Pencipta.
3. Ruang tengah, merupakan ruang makan keluarga sekaligus ruang perbincangan keluarga.
4. Ruang belakang, sebagai tempat Bale, semacam dipan terbuat dari kayu dan bambu sebagai tempat untuk menempatkan perabot rumah tangga karena pada zaman dahulu lantai rumah Betawi masih berupa tanah yang dikeraskan.
5. Ruang-ruang kamar untuk beristirahat penghuni rumah.
Di depan rumah adat Betawi Joglo, terdapat kendaraan pribadi masyarakat Betawi tempo dulu, yaitu dokar/andong yang dikendalikan oleh seorang pengemudi serta ditarik oleh seekor kuda.
Selain Rumah tradisional rakyat Betawi adapula yang bernama Rumah Kolonial/tropis yang merupakan rumah model Eropa/Belanda yang dibangun oleh orang-orang Belanda yang berada di Batavia tempo dulu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan iklim Batavia/Jakarta yang panas.
Selesai dari Rumah adat Betawi, pengunjung langsung masuk ke Gedung dua lantai modern yang merupakan Gedung Informasi dan Diorama sejarah Kota Jakarta. Wujudnya bangunan tersebut cukup unik karena mengadopsi bentuk bagian dasar Tugu Monumen Nasional (Tugu Monas) sebagai bangunan utamanya dan dilengkapi sepasang “ondel-ondel” berukuran 4 meter dipintu masuk utama.
Lantai satu terdiri dari replika-replika busana adat tradisional Betawi, Yakni :
1. Busana Demang (pria) atau disebut Ujung Serong, dengan kelengkapan Jas tutup berkerah tinggi, celana pantalon, Sarung bermotif Tumpai serta Sepatu pantovel.
2. Busana Kerancang (wanita), berupa kain sarung model pucuk rebung dengan hiasan-hiasan lainnya berupa cincin, gelang, dan lain sebagainya.
3. Busana Sadariah (pria), baju koko dengan celana komprang motif batik payung serta sandal terompah ditambah Cukin atau sarung motif kotak yang disematkan dibahu.
4. Baju Encim (wanita) kebaya pendek yang meruncing dibagian depan, kain pagi sore dan selop tutup. Perhiasan lainnya sebagai pelengkap adalah konde sawi asin, ronce melati, giwang kembang manggis, dan peniti tale.
5. Busana Care Haji (pengantin pria), berupa jubah, dalaman gamis/terusan panjang, celana pantalon, dan selop tutup. Kelengkapannya berupa selempang dada dan Alpie, berupa penutup kepala berhiaskan ronce kembang melati.
6. Busana Care cina (pengantin wanita), berupa Kun (kebaya panjang), Tuaki (rok yang melebar), Teratai/Delime (penutup dada), dan selop tutup. Aksesorisnya adalah Pending (ban pinggang) dari emas, perak, atau imitasi, Toka-toka (penutup pundah), Peniti tak, Kalung lebar, Gelang listering, Sanggul Bu Atun (stupa), Siangko (cadar), hiasan burung Hong, kembang goyang, serta tutup telinga.
7. Busana Seni Silat Betawi (pria), bernama Baju kampret dengan kelengkapan kemeja kampret (warna hitam berlengan panjang dada terbuka tanpa kencing), kaos babeh (kaos oblong putih), celana komprang/pangsi, sendal terompah. aksesorisnya adalah gesper babeh (ikat pinggang/sabuk haji), Cukin disematkan dibahu, golok, serta ikat kepala pancom kain/peci.
8. Busana Seni Tari Ronggeng Blantek (wanita), terdiri dari baju kebaya buntung/tangan susun, kain batik motif ujung tombak/pucung rebung, Toka-toka/penutup pundak dipasang bersilang ampreng, Ampok, Wontob, selendang. Aksesoris kepala terdiri dari sanggul cepol dan kembang topeng.
Gedung informasi dan diorama sejarah Kota Jakarta lantai satu juga menyajikan berbagai miniatur menarik seperti seluruh museum yang ada di Jakarta, yakni :
1. Museum Sejarah Jakarta
2. Museum Nasional
3. Museum Wayang
4. Museum Seni Rupa dan Keramik
5. Museum Takstil
6. Museum Bahari
7. Museum Kebangkitan Nasional
8. Museum Sumpah Pemuda
9. Museum Gedung Joeang 45
10. Museum Mohammad Husni Thamrin
Miniatur lainnya adalah miniatur Transportasi Kota Jakarta dari masa ke masa, budaya “khitanan” atau sunatan bagi anak kecil yang kemudian diarak keliling kampung Betawi, perkembangan seni keramik Kota Jakarta, dan kesenian boneka masyarakat Jakarta sejak tempo dulu berupa boneka yang berpakaian unik sesuai budaya yang ada di Jakarta, yaitu Eropa, Arab, Cina, India, Jawa, Sunda, Makasar, Madura, dan Bali.
Menuju ke lantai dua pengunjung disuguhi diorama Sejarah Kota Jakarta dari mulai zaman pra sejarah, zaman Kerajaan Hindu Tarumanagara, masuknya Bangsa Portugis, Masuknya Bangsa Belanda, Masuknya Jepang, Zaman Revolusi fisik, zaman Perjuangan memproklamasikan Kemerdekaan, zaman transformasi Jakarta mulai tahun 1618 (bernama Batavia) sampai abad ke-20 dimana pembangunan Kota Jakarta mengalami perkembangan yang signifikan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta keberadaan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Foto-foto beberapa daerah di Kota Jakarta tempo dulu cukup menarik perhatian pengunjung nantinya. Karena di dinding sejarah Jakarta terpampang beberapa foto menarik seperti Pasar Senen tempo dulu, Pelabuhan Tanjung Priok tempo dulu, dan beberapa foto lainnya. Sampai akhirnya sebuah diorama menarik mengenai bagaimana suasana Kota Jakarta zaman modern sebagai Kota Multikultur dan destinasi setiap warga negara dari daerah lain untuk datang dan mengadu nasib entah sebagai karyawan, pengusaha, sampai pedagang asongan dan kakilima.
Tugu Monas merupakan simbol kegagahan Kota Jakarta dan Tugu Monas merupakan sebuah tempat yang mempersatukan seluruh warga multikultur Jakarta dari berbagai strata sosial dan pekerjaan untuk menikmati hari libur. Berada di Jantung kota, Tugu Monas memiliki taman seluas 80 hektar ini merupakan “titik nol” hitungan pemetaan Kota Jakarta. Diarsiteki oleh Sudarsono dan F.Silaban dengan Ir.Rooseno sebagai konsultan, tugu setinggi 137 meter dari dana hasil sumbangan masyarakat Indonesia ketika itu dirancang mampu bertahan selama 1000 tahun. Semangat patriotisme rakyat Indonesia dilambangkan melalui “lidah api” terbuat dari perunggu seberat 143 ton dan dilapisi dengan 35 kilogram emas murni.
Akhirnya, masyarakat dapat menikmati “Enjoy Jakarta” secara lengkap mulai dari awal berdirinya sampai masa dimana Jakarta menjadi Kota Megapolitan dengan masyarakatnya yang Multikultur sejak dahulu kala tetap bertahan hingga detik ini. Semua itu hanya didapati di Anjungan DKI Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.