SELASA, 5 JANUARI 2016
Jurnalis: Koko Triarko / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Koko Trarko
YOGYAKARTA—Seniman patung legendaris Indonesia, Empu Ageng Edhi Soenarso, wafat tadi malam, Senin (5/1/2016), pukul 23.15 di sebuah rumah sakit di Yogyakarta. Jenazahnya dikebumikan siang ini, Selasa (5/1/2016) di Komplek Makam Seniman Saptohudoyo di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, bersebelahan dengan makam istrinya, Kustiyah, yang lebih dulu wafat pada 2012, lalu.
![]() |
Jenazah Edhie Soenarso diberangkatkan |
Jenazah Edhi Soenarso diberangkatkan dari rumah duka desa Nganti, Mlati, Sleman pada pukul 13.45 wib. Upacara pemakaman dilakukan secara militer oleh Kodim 0732 Sleman, karena almarhum juga merupakan veteran pejuang kemerdekaan RI. Tampak hadir di rumah duka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Bawesdan dan sejumlah muspika dan muspida setempat.
Seniman patung sekaligus pejuang veteran, Edhi Soenarso, wafat setelah dirawat selama lima hari di RS Jogja International Hospital (JIH) Yogyakarta, sejak 31 Desember 2015, lalu. Putri bungsu almarhum, Sari Prasetya Angkasa, ditemui Selasa (5/1/2016) di rumah duka desa Nganti, Mlati, Sleman, Yogyakarta, menuturkan, almarhum dirawat di rumah sakit karena mengalami sesak nafas.
![]() |
Anies Baswedan turut takziyah ke rumah duka |
Dikisahkan Sari, sejak Kamis 31 Desember 2015, almarhum sesak nafas dan kondisinya melemah. Saat itu, juga almarhum dibawa ke rumah sakit. Lalu, subuh hari berikutnya almarhum kembali sesak nafas lagi dan dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU). Lalu, pada Senin malam, wafat.
Almarhum Bapak, sambung Sari, sebelumnya juga sempat operasi saluran kencing, namun hanya diteropong dan tidak lebih dari 15 menit selesai. Namun, karena alm Bapak sudah sepuh (tua -red), kondisi tubuhnya semakin melemah. Namun demikian, selama sakit itu Bapak masih sadar dan selalu berterimakasih kepada yang membesuknya. Saat dituntun untuk berdzikir pun, Bapak dengan lancar turut berdzikir.
![]() |
Sari Prasetya Angkasa |
Seniman patung kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, pada 2 Juli 1932 silam tersebut, meninggalkan 4 orang putra dan 11 cucu. Kendati dalam keadaan sakit, kata Sari, almarhum ayahnya masih memikirkan masa depan gallerinya yang merupakan cita-cita terakhirnya yang sudah tercapai. “Karena itu, Bapak berpesan, agar galeri seninya bisa bermanfaat bagi orang banyak “, ujarnya.
Edhi Soenarso menghabiskan masa hidupnya di Kota Seni Yogyakarta. Menjadi terkenal karena karya-karya monumentalnya. Antara lain, patung Monumen Selamat Datang yang ada di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, patung Dirgantara di Tugu Pancoran, Jakarta. Selain itu, almarhum juga membuat patung berjudul Kelaparan, yang dipasanh di depan Gedung DPRD DIY, sebagai peringatan bagi para wakil rakyat agar selalu memikirkan nasib rakyat.
![]() |
Jenazah Edhie Soenarso |
Selain sebagai seniman patung, Edhi Soenarso juga pernah menjadi dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Almarhum mulai mempelajari seni patung secara otodidak ketika menjadi tawanan perang KNIL di Bandung, Jawa Barat, pada kisaran tahun 1946-1949. Namun, almarhum yang sangat mencintai seni patung, lalu menempuh pendidikan seni di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.
Jenazah Edhi dimakamkan di Makam Seniman Saptohudoyo, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak jauh hari, almarahum, telah berwasiat agar dimakamkan di sisi almarhumah istrinya, Kustiyah, yang lebih dahulu wafat pada 2012. Upacara pemakaman dilakukan secara militer oleh Kodim 0732 Sleman, Yogyakarta. Bertindak sebagai Inspektur upacara, Mayor Infanteri Prajarso.
Edhi lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 2 Juli 1932. Edhi mulai belajar dan berlatih membuat patung ketika menjadi tawanan perang KNIL di Bandung antara tahun 1946-1949. Dilanjutkan melalui jalur pendidikan resmi di ASRI Yogyakarta dan lulus tahun 1955. Almarmum juga merupakan lulusan tahun 1957 Kelabhawa Visva Bharati University Santiniketan di India.