
Zakia…Zakia
Penyanyi gurun pasir ternama
Oh…Zakia
terpesona aku melihatnya
Suara lantunan khas vokalis rocker Ahmad Albar melantun merdu dari sebuah radio tua. Suara khas rocker yang amat terkenal di era itu sangat harmoni mententeramkan malam. Membahagiakan jagad raya. Semesta pun seakan ikut bersenandung ria. Pancarkan sinarnya yang megah generlap.
Disebuah rumah, persisnya di halaman belakang sebuah rumah berarsitektur tua, seorang lelaki setengah baya tampak amat menikmati senandung grup legenda negeri ini. Sesekali desis bibirnya bersenandung mengikuti irama lagu dangdut yang amat populer di era 7O-an itu.
Dan lelaki setengah baya itu pun seakan teringat kembali saat dirinya masih muda dan dikenal sebagai penyanyi terkenal di Kampungnya. Ya…siapa yang tak kenal dengan Cemot, penyanyi band The Top di Kampung Kami. Tua muda kenal dan mengenal dirinya.
Keflamboyanan Cemot makin menambah keterkenalan lelaki. Dikaruniakan Sang Pencipta wajah tampan dan suara khas bass membuat lelaki itu menjadi bagian yang amat dirindui para penonton dan pecinta musik di daerah Kami.
Dan setiap malam sabtu hingga malam senin, suara khas Cemot selalu menjadi pembahagia para tamu yang hadir dalam acara pesta perkawinan. Sudah menjadi kelaziman di era tahun 8O-an hingga 9O-an, setiap ada yang mengadakan hajatan apakah berupa perkawinan atau hajatan lainnya, musik selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari agenda itu. Seolah-olah di era itu hajatan perkawinan dan hajatan lainnya tanpa adanya hiburan musik laksana masakan kurang garam.
Berkat kepiawaiannya bersenandung, Cemot diajak bergabung dengan sebuah perusahaan pasir yang amat terkenal di daerah Kami yang kebetulan memiliki kelompok musik yang para personilnya terdiri dari para pekerja perusahaan pasir itu. Dan setiap ada kegiatan seremonial perusahaan, Cemot dan bandnya selalu menjadi penggerlap panggung hiburan.
Kini lelaki setengah baya itu jauh dari hingar bingarnya panggung hiburan. Kesibukan Cemot usai turun panggung musik adalah bertani. Di halaman rumahnya yang luas terlihat tanaman hias yang amat menarik orang yang melihatnya. Di halaman belakang rumahnya yang amat luas, Cemot kini berkebun lada dan tanaman lainnya yang merupakan sumber pendapatan hidupnya kini.
Dan setiap mendengarkan lagu dari radio tuanya, Cemot seakan-akan mengenang kembali masa jayanya sebagai penyanyi dan mengenang kembali masa kehancuran sebagai seorang lelaki sejati. Lagu Zakia yang amat populer di era 8O-an itu bukan hanya indah dan menawan musiknya saat dinyanyikannya diatas panggung bersama kelompok musik The Top, namun telah membawa kehancuran dalam rumah tangganya.
Kehadiran seorang wanita muda dalam sebuah pesta perkawinan telah merubah segalanya dalam kehidupan Cemot. Wanita cantik itu ternyata adalah fans berat Cemot yang datang dari daerah Seberang. Dan kedatangannya hanya untuk mendengarkan suara bass khas Cemot yang menurutnya tak kalah klas dengan para vokalis band ibukota era itu.
” Suara Abang sangat indah. Setiap wanita yang mendengarkannya pasti jatuh hati,” ujar wanita itu dengan diksi memuji.
” Ah..nggak lah. Suara saya biasa saja,” jawab Cemot merendah.
” Serius. Suara abang sangat indah dan mempesona sekali,” lanjut wanita itu.
Perkenalaan itu, hubungan Cemot dan wanita membuat dunia berubah. Kehidupan Cemot pun berubah. Dimata hatinya, wanita itu adalah segalanya sehingga dirinya melupakan segalanya. Tak terkecuali keluarganya.
Narasi wanita itu yang akan membawanya ke ibukota telah membuat gaya kehidupan Cemot berubah total. Tak terkecuali dipanggung-panggung musik. Bahkan dirinya pun kini jarang latihan. Dan kalaupun latihan lagu yang dibawakannya lagu-lagu berlirik bahasa Inggris yang tentu saja tak sesuai dengan tuntutan panggung para pengundang.
” Kamu harus pahami bahwa masyarakat di daerah ini penggemar lagu dangdut. Lagu melayu. Bukan lagu berbahasa Inggris,” jelas pemimpin kelompok musik The Top.
” Kita harus berubah dan mengubah gaya musik masyarakat. Kini saatnya kita mengubah gaya musik masyarakat,” balas Cemot. Dan semua pemain musik yang mendengar narasi Cemot pun terdiam. Dalam hati mareka mempertanyakan narasi Cemot yang telah berubah.
Sudah lama Cemot tak terdengar kiprahnya dipanggung musik daerah kami. Infonya lelaki bersuara bass itu telah merantau ke Ibukota untuk menjadi penyanyi terkenal dengan wanita itu. Kini panggung hiburan musik daerah kami telah diisi para penyanyi baru yang lebih energik dan bersuara mantap.
Para penggemar musik daerah kami kaget mendengar Cemot gagal dalam mengadu nasib sebagai penyanyi di Ibukota. Ganasnya persaingan dirimba musik ibukota membuat Cemot tak mampu berkompetisi. Dan yang amat menyakit wanita muda itu pun meninggal Cemot di ibukota yang membuat Cemot sempat terkatung-katung.
Berkat pertolongan dari sesama teman akhirnya Cemot pulang kembali daerah kami dengan memulai hidup baru sebagai petani.
MINGGU, 09 Agustus 2015
Penulis : Rusmin Toboali
Editor : ME. Bijo Dirajo