Gaza dan Efektivitas Boikot

Kampanye boikot juga menurunkan penjualan brand global di Timur Tengah/Asia. Khususnya di Dunia Islam. Laporan 2023–2024 menunjukkan penurunan omzet signifikan pada jaringan restoran cepat saji asal AS di kawasan Teluk & Asia Tenggara. Efeknya bukan hanya finansial, akan tetapi juga politik & reputasi. Brand global lebih berhati-hati dalam sikap publik terkait Israel-Palestina.

Boikot merupakan strategi “erosi”. Bukan “serangan langsung”. Erosi legitimasi moral: Israel semakin dilihat sebagai negara apartheid, seperti Afrika Selatan waktu dulu. Sebagai penjahat kemanusiaan. Pelaku genosida. Erosi kerjasama internasional: semakin banyak lembaga akademik, serikat pekerja, dan pemerintah lokal memutus kerjasama. Erosi reputasi korporasi: perusahaan besar takut terseret isu reputasi dan akhirnya keluar dari Israel/permukiman ilegal.

Boikot itu kini harus menyeluruh. Boikot produk Israel, kecuali tidak ada alternatif produk lain. Termasuk produk negara-negara pendukung Israel. Dunia harus dibuat sadar bahwa tidak ada tempat bagi siapapun bagi para kolabotrator kejahatan kemanusiaan.

Bagaimana jika boikot merugikan pekerja-pekerja tidak bersalah. Banyak teori etika (termasuk teori utilitarian) menyarankan: jika tujuan moral (menghentikan pelanggaran HAM) lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkan, boikot bisa dibenarkan. Akan tetapi harus diupayakan mengurangi dampak pada pihak tak bersalah.

Boikot harus dipotimalkan. Untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan di Gaza. Pasar muslim sepertiga penduduk dunia. Ditambah pasar aliansi global anti kejahatan kemanusiaan. Pasti berdampak besar bagi negara-negara maupun perusahaan-perusahaan pendukung genosida. Jika pasar Muslim digerakan melakukan boikot global.

Lihat juga...