Presiden Prabowo Berpacu Melawan Waktu

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

 

Tahun 2025. Indonesia diperjumpakan dengan dua momentum. Keduanya bisa menjadi pertaruhan masa depan. Beranjak menjadi negara maju atau tetap menjadi negara berkembang.

Pertama, terpilihnya presiden visioner pada sosok Jenderal Prabowo Subianto. Ia bukan saja memahami tantangan berat yang dihadapi Indonesia. Ia juga memiliki tekad sangat kuat melepaskan Indonesia dari statusnya sebagai negara berkembang. Menjadi negara maju.

Visi dan tekad kuat itu bukan saja tercermin dari gagasan yang dituangkan melalui buku “Paradoks Indonesia”. Tiga bulan pemerintahannya semakin menegaskan tekad kuat presiden itu.

Program swasembada pangan. Pemberantasan korupsi. Manuver politik luar negeri bebas aktif. Sekenario penguatan SDM melalui revolusi gizi. Semua menunjukkan tekadnya mengubah Indonesia dalam waktu cepat.

Kedua, puncak momentum bonus demografi semakin dekat. Puncak momentum itu sendiri diperkirakan berlangsung singkat. Tahun 2029 sampai 2044. Ialah situasi prosentase terbesar penduduk usia produktif sedang pada momen puncaknya. Mencapai 60%. Sedangkan penduduk usia non produktif pada prosentase terendah.

Jika bangsa Indonesia bisa memanfaatkan masa puncak bonus demografi itu, diperkirakan akan keluar sebagai negara maju. Jika gagal memanfaatkan momentum, Indonesia lebih sulit untuk meraih level sebagai negara maju. Relatif singkatnya waktu menuju masa puncak bonus demografi itu bukan semata tantangan Presiden Prabowo. Melainkan tantangan bangsa Indonesia secara menyeluruh.

“Paradoks Indonesia”, mengidentifikasi permasalahan Indonesia terletak pada kebocoran kekayaan. Sejak era kolonial. Kebocoran itu juga disuarakan Presiden Soekarno. Ribuan triliun (jika dikurskan dengan saat sekarang), lari ke luar negeri dan mensejahterakan rakyat bangsa lain. Melalui kolonialisme. Itu dulu.

Lihat juga...