Peneliti: Penguatan Perlindungan Nasabah Tekfin, Penting

JAKARTA — Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu mengingatkan pentingnya penguatan perlindungan yang memadai bagi para nasabah layanan finansial berbasis teknologi (tekfin).

Menurut dia, perlindungan ini penting mengingat pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berdampak pada pendapatan dan daya beli beberapa kalangan sehingga mendorong masyarakat untuk mencari pinjaman, termasuk secara daring melalui skema peer-to-peer (P2P).

“Pinjaman jangka pendek payday loan, adalah salah sektor bisnis pinjaman P2P yang paling diminati. Sayangnya, jenis pinjaman ini juga yang paling banyak menimbulkan kontroversi,” kata Thomas dalam pernyataan di Jakarta, Minggu (24/10/2021).

Ia menjelaskan perlindungan yang dibutuhkan nasabah pinjaman P2P ini antara lain terkait transparansi persyaratan dan ketentuan pinjaman, serta penggunaan data pribadi untuk keperluan penagihan pembayaran.

Menurut dia, salah satu alasan ketidakmampuan debitur dalam membayar utang yang membengkak dari pinjaman online (pinjol) dipengaruhi oleh ketidakpahaman bahwa pinjol menarik bunga yang jauh lebih besar dari kredit bank pada umumnya.

“OJK idealnya melakukan restrukturisasi pasar teknologi finansial, yang meliputi standar operasional bisnis pinjaman online, penggunaan Fintech Data Center (FDC) yang optimal untuk risk assessment dan perlindungan konsumen. Hal ini juga dibutuhkan untuk mengevaluasi kebijakan yang ada dan untuk memperkuat perlindungan data nasabah,” katanya.

Ia juga mengatakan standar operasional bisnis pinjol perlu diatur lebih lanjut yang meliputi perlindungan data, transparansi bunga dan biaya yang harus dibayar peminjam dan standar proses penagihan utang.

Lihat juga...