Manfaatkan Pekarangan Kosong, Optimalkan Budi Daya Lidah Buaya
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Awalnya saya dulu hanya punya 20 bibit. Saya beli dari anggota kelompok lain seharga Rp3 ribu per bibit. Sekarang jumlahnya sudah mencapai ratusan, karena lidah buaya sangat mudah dipencarkan,” katanya.
Titik mengaku rutin memanen lidah buaya setiap 5-7 hari sekali. Biasanya ia akan menyetor hasil panen tersebut ke kelompok untuk nantinya didistribusikan ke pabrik pengolahan lidah buaya. Sekali setor ia mengaku bisa mencapai 150 kilo.
“Kalau untuk pabrik, 1 kilo lidah buaya itu, dibeli dengan harga Rp3000 di tingkat petani. Tapi kadang bisa sampai Rp4000. Padahal satu iris daging lidah buaya jenis Pontianak beratnya antara 3 ons sampai 1 kilo. Jadi kalau kita punya banyak tanaman ya hasilnya lumayan,” katanya.
Sementara itu Midah (60) warga lainnya, mengaku membudidayakan lidah buaya karena manfaatnya yang bisa langsung diaplikasikan untuk keperluan sehari-hari. Selain bisa digunakan sebagai bahan pembuat makanan/minunan lidah buaya juga bisa digunakan untuk penyembuhan luka.
“Saya biasa menggunakan lidah buaya untuk mengobati luka gores atau luka bakar pada kulit. Dengan memakai cairan gelnya. Selain itu juga sebagai obat pencernaan seperti misalnya asam lambung dengan cara dimakan,” ungkapnya.