Penjual ‘Barang Kenangan’ di Kota Lama Semarang
Editor: Koko Triarko
“Saya sudah berjualan dari awal pasar ini dikenal sebagai pasar klithikan, hanya buka pada hari minggu sampai kemudian dipindahkan ke lokasi ini. Ramainya memang kalau pas hari libur, banyak wisatawan yang datang,” terangnya.
Ya, pasar antik Kota Lama tersebut saat ini menempati Galeri Industri Kreatif di bangunan milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Letaknya di seberang belakang Gereja Blenduk.
Pada awalnya, pasar tersebut hanya berasal dari komunitas pedagang dan penggemar barang antik, yang setiap minggu kedua berjualan di sekitar Taman Srigunting. Hingga akhirnya berkembang, dan pasar klithikan buka setiap hari. Seiring dengan program revitalisasi Kota Lama, para pedagang tersebut kemudian direlokasi ke Galeri Industri Kreatif.
Ditanya soal barang yang dijualnya, Rudi mengaku ada beragam jenis produk yang dijajakan dengan harga mulai dari puluhan ribu rupiah hingga jutaan rupiah. Mulai dari yang kecil seperti pita kaset, uang koin, hingga barang lainnya.
Tidak jarang, meski barang yang dijual sama, namun memiliki harga yang berbeda. Hal tersebut tergantung dari keaslian, keunikan, kondisi barang dan lain-lain.
Dirinya mencontohkan, seterika arang. Model seterika bermaskot ayam jago menjadi yang paling diburu. Jumlahnya yang terbatas membuat seterika kuno ini menjadi buruan kolektor. Demikian juga dengan lampu petromaks, yakni lampu penerangan yang sempat jaya sebelum ada jaringan listrik.
Di lain sisi, saat ditanya soal kondisi saat ini, setali tiga uang dengan yang disampaikan Wahyu, dirinya juga mengaku penjualan sepi.
“Ya kondisinya memang seperti ini, sepi. Namun, saya tetap yakin kalau barang antik ini memiliki pangsa pasar tersendiri. Kalau tidak laku hari ini, ya bisa jadi terjual besok, nanti, lusa, minggu depan atau entah nanti,” terangnya.