Penjual ‘Barang Kenangan’ di Kota Lama Semarang
Editor: Koko Triarko
“Ada juga yang mencari kacamata model dulu, katanya ingat bapaknya yang sudah meninggal dunia. Jadi, dia (pembeli-red) lihat dari foto lama, ada ayahnya tengah memakai kacamata model tersebut. Ini yang kemudian dicari,” lanjutnya.
Selain kedua cerita tersebut, masih ada banyak cerita lain yang menjadikan pasar barang antik di kawasan Kota Lama, Semarang tersebut menjadi tujuan para pembeli.
Meski demikian, Wahyu juga tidak memungkiri di tengah pandemi Covid-19 hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), turut berimbas pada kunjungan konsumen hingga penjualan.
“Paling terpukul sewaktu Covid-19 baru muncul, karena semua kegiatan wisata ditutup. Termasuk di wilayah Kota Lama, akibatnya ya konsumen tidak ada yang datang. Sepi,” terangnya.
Meski kini kondisi sudah membaik, namun jumlah pengunjung yang datang ke pasar tersebut masih menurun, bahkan cenderung sepi.
“Sekarang sudah lebih ‘hidup’, kemarin sewaktu Semarang PPKM level 4, meski kita tidak tutup, namun karena ada pembatasan yang ketat, kondisinya juga sepi. Akses masuk juga hanya dibuka satu pintu dari tiga pintu yang ada. Jadi, memang sepi,” terangnya.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, dirinya mengaku mengandalkan penjualan lewat media sosial atau online. Meski hal tersebut dinilainya kurang efektif.
“Jumlah barang antik yang saya jual ini kan jumlahnya banyak, ada ratusan item, kalau harus difoto satu-satu lalu diunggah ke instagram atau lainnya, agak susah. Jadi, ya seperlunya saja. Kalau ada yang beli secara online ya kita layani. Namun, saya tetap mengandalkan pembeli yang datang langsung,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan pedagang lainnya, Rudianto. Diakuinya, pasaran barang antik memang tidak bisa diprediksi, naik turun seiring dengan kebutuhan konsumen.