Pedagang di Sikka Terpaksa Jual Murah Tenun Ikat Untuk Bertahan
Editor: Koko Triarko
Ia membolehkan utang dan dibayar sebulan ke depan daripada kain tenunnya tidak laku terjual. Dia mangaku harus membiayai seorang anaknya yang sedang kuliah semester 5, sementara anak keduanya perempuan tidak bisa kuliah dahulu
“Dampak pandemi Covid-19 membuat pembeli ingin mendapatkan kain tenun yang berkualitas, tapi dengan harga beli yang murah. Banyak penenun yang menjual sendiri terpaksa menjualnya daripada tidak laku,” tuturnya.
Sisilia mengaku sebelum pandemi Covid-19, dirinya bisa menjual kain tenun pewarna alam dengan harga Rp1,5 juta minimal 10 lembar.
Sejak pandemi Covid-19, ia kesulitan menjual dan dalam sebulan tidak ada yang membeli kain tenun berkualitas dengan harga Rp1,5 juta.
“Saat pandemi ini, biar untung sedikit saja yang penting bisa terjual. Mudah-mudahan pandemi Covid-19 bisa segera berakhir, agar ekomomi kembali normal,” harapnya.
Pedagang kain tenun lainnya, Maria Adel, juga mengaku pembeli kain tenun di Pasar Alok memang menurun drastis akibat dampak pandemi Corona.
Adel mengaku terpaksa menjual kain tenun pewarna alam dengan harga jual lebih murah, karena pembeli masih sepi.
“Saya dari pagi jualan belum ada yang beli. Biasanya, cuma laku terjual satu-dua lembar saja saat ada wabah Corona begini,” ucapnya.
Adel mengaku tetap berjualan, karena butuh uang untuk membiayai kehidupan keluarganya, dan hanya mengharapkan pendapatan dari menjual kain tenun.