Perajin Rumah Joglo di Banyumas Nihil Order Selama Pandemi
Editor: Koko Triarko
Selain rumah joglo dan gazebo, Nano juga membuat meja ukir yang terbuat dari akar pohon berukuran cukup besar. Satu buah meja dari akar pohon tersebut, dilengkapi dua buah kursi, biasanya dipatok harga Rp4 juta.
Namun, kini belasan akar pohon tersebut terhampar di halaman lokasi tempat usahanya. Begitu pula dengan rumah joglo yang terpajang dan belum mulai dikerjakan, karena tidak ada order.
“Kayu jati itu bedanya pada sisi kualitas dan seninya, kalau pesanan perorangan biasanya menggunakan kayu jati. Namun, kalau untuk bisnis seperti rumah makan atau tempat wisata, biasanya menggunakan kayu jawa, supaya tidak terlalu mahal, modal tidak terlalu banyak, namun tetap indah,” jelasnya.
Untuk berburu kayu jati, Nano biasanya ke desa-desa dan membeli rumah-rumah kuno. Karena seringkali ada konsumen yang menginginkan kayu jati bekas yang sudah teruji kekutannya.
Namun, untuk melayani konsumen yang menginginkan kayu jati baru, Nano juga menyiapkannya dengan membeli kayu jati yang baru ditebang.
Salah satu pekerja, Dirin, mengaku beruntung masih bisa bekerja di tempat tersebut, mengingat sebanyak 10 orang temannya terpaksa harus dirumahkan. Meskipun hanya mengerjakan beberapa pesanan kecil saja.
“Sedang tidak ada order besar, sudah lama sejak corona, lalu. Oderan paling kemarin dari rumah makan yang butuh penambahan sedikit atau perbaikan,” tuturnya.