Menjaga Kelestarian Mangrove, Merawat Ekosistem Pantai
Editor: Koko Triarko
Dalam kesederhanannya, Hasanudin mengaku tidak mengetahui tanggal 26 Juli sebagai hari konservasi ekosistem mangrove Internasional. Namun, ia mempertahankan tanaman dari kepunahan yang erat untuk sumber kehidupannya.
Jenis tanaman perepat, pegantungan, bakau dan pidada digunakan untuk penaung halaman. Ia bahkan menyemai berbagai jenis tanaman mangrove itu untuk ditanam di tepi kanal belakang rumahnya.
Hasanudin bilang, cara menjaga mangrove yang jenisnya beragam cukup sulit. Jenis tanaman bakau yang dominan dikenal sebagai mangrove memiliki kecepatan tumbuh yang lambat. Pengambilan jenis sentigi macan, sentigi batu untuk bahan pembuatan bonsai ikut merusak kawasan pesisir. Perusakan secara sengaja untuk reklamasi, bahkan tidak diiringi dengan upaya penanaman bibit baru.
“Saya menanam berbagai jenis tanaman perepat, pegantungan, bakau, sentigi sebagian untuk memagari halaman,”ulasnya.
Berbagai jenis tanaman mangrove, menurut Hasanudin ikut menahan sedimen. Buktinya, muara sungai Pegantungan yang membawa material pasir, lumpur ikut menyuburkan lahan pekarangan miliknya.
Mempertahankan berbagai tanaman secara rapat di wilayah pesisir pantai, juga ikut membantu nelayan. Saat tsunami 22 Desember 2018 silam, Hasanudin menyebut permukiman penduduk lebih aman dari gelombang.
Sementara itu, menjaga berbagai varian mangrove lokal juga dilakukan Harjono. Nelayan di pesisir Bakauheni itu menyebut hanya wilayah pantai Timur Lampung Selatan yang memiliki kekayaan jenis mangrove.
Aliran sungai dari sejumlah wilayah membawa lumpur dan mengendap menjadi habitat yang tepat untuk berbagai jenis mangrove. Jenis tanaman yang disebut dengan berbagai nama lokal itu digunakan nelayan untuk penambat tali.