Menjaga Kelestarian Mangrove, Merawat Ekosistem Pantai

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Kendati tak mengetahui tanggal 26 Juli merupakan Hari Konservasi Ekosistem Mangrove Internasional, namun sejumlah masyarakat di Bakauheni, Lampung Selatan, menyadari pentingnya pelestarian mangrove. Keberadaan mangrove yang dikenal dalam beragam nama lokal tersebut menjadi bagian dari kehidupannya.

Hasanudin, warga Desa-Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, mengaku mengenal sejumlah mangrove dalam bahasa lokal.

Tinggal di muara sungai Pegantungan puluhan tahun, Hasanudin bilang nama daerah erat kaitannya dengan ekosistem pembatas laut dan daratan itu.

“Penamaan Bakauheni erat kaitannya dengan tanaman bakau (Rhizopora sp), dan Heuni atau burung bangau. Jenis mangrove lain berupa api-api dalam bahasa lokal dikenal tanaman pegantungan (Avicennia sp), Perepat atau pidada (Sonneratia sp), sentigi (Pemphis acidula),” kata Hasanudin, Senin (26/7/2021).

Hasanudin (kanan) menjadikan tanaman perepat atau dalam bahasa lokal setempat dikenal pegantungan di Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, Senin (26/7/2021). -Foto: Henk Widi

Menurut Hasanudin, bagi nelayan lokal, berbagai tanaman itu digunakan untuk mencegah abrasi. Fungsi bagi nelayan sejumlah nelayan tanaman bakau, perepat, pidada, pegantungan, menjadi tempat tambat perahu.

Sebagai lokasi mencari nafkah, nelayan bisa tetap menjaga tanaman yang dijaga bertahun-tahun. Sementara, kerusakan terjadi oleh alih fungsi lahan untuk permukiman, tambak.

“Keberadaan tanaman tepi pantai yang bagi masyarakat nelayan lokal digunakan untuk menjadi lokasi hidup kepiting, ikan, kerang untuk kehidupan sehari hari, namun kerusakan tanaman mangrove dominan dilakukan oleh kepentingan ekonomi, tanpa melalukan penanaman ulang,” terang Hasanudin saat dikonfirmasi Cendana News, Senin (26/7/2021).

Lihat juga...