Pedagang Tempe Alami Dilema Imbas Harga Kedelai Naik

Editor: Makmun Hidayat

Listyani, pemilik usaha gorengan di Jalan Pulau Legundi, Sukarame, Bandar Lampung menyebut ikut alami dilema. Pelanggan tetap di lapak milik Mistiadi itu mengaku memilih melakukan pengirisan tempe lebih tipis. Sebagai gantinya ia mempertebal lapisan adonan tepung krispi pada tempe gorengnya. Tempe yang dijual Rp2.000 perpotong tersebut diakuinya tetap banyak disukai oleh konsumen.

“Sejauh ini belum ada komplain dari konsumen terkait ukuran tempe yang lebih tipis karena harga kedelai naik,” cetusnya.

Listyani yang memiliki usaha penjualan produk turunan dari kedelai itu mengaku tidak menaikkan harga. Ia ikut berharap pihak terkait bisa ikut turun tangan dalam membantu stabilnya harga kedelai. Sebab selain tempe ia juga menyebut kebutuhan tahu dengan bahan baku kedelai dibutuhkan untuk kuliner tahu isi. Penurunan harga kedelai sebutnya akan berdampak positif bagi produsen tempe, tahu dan usaha makanan.

Tata, pedagang tempe mendoan di Jalan Pangeran Antasari, Tanjungkarang, Bandar Lampung mengaku ikut terdampak. Menjual tempe mendoan jumbo, level ukuran besar tempe yang dibuat berkurang sekitar 1 cm. Semula ukuran tempe mendoan berkisar 5×10 cm dikurangi menjadi 4×9 cm. Meski demikian penambahan adonan tepung bisa digunakan menyiasati agar saat digoreng ukuran tempe mendoan tetap besar.

“Bagi usaha makanan produk turunan berbahan kedelai ikut menyesuaikan dengan perubahan ukuran agar kedelai yang dipakai bisa efektif,” ulasnya.

Harga per kotak tempe mendoan jumbo sebut Tata masih dijual olehnya seharga Rp20.000. Berisi sebanyak lima potong, meski tetap sama berisi sebanyak lima potong tempe mendoan, ukuran lebih kecil. Ia masih tetap bisa menjual 700 bungkus tempe mendoan per hari. Pemilik usaha berbasis kedelai tersebut menyebut ikut berharap agar harga kedelai stabil di kisaran Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram.

Lihat juga...