Warga Kelurahan Kebon Baru Optimalkan ‘Urban Farming’
JAKARTA – Jarum jam baru menunjukkan pukul 09.00 WIB, namun Arif Biantono, pemuda Karang Taruna RW10, Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, sudah sibuk merawat sayuran hidroponiknya.
Tangan kanan dan kirinya cekatan mengganti nutrisi di tandon air agar sayuran yang baru ditanam, tumbuh subur.
Lokasi pertanian perkotaan (urban farming) itu berada di lantai empat, salah satu rumah toko di Jalan W, RT4/RW10, Kelurahan Kebon Baru.
Di roof top itu, total ada 925 lubang tanam untuk sayuran yang dibagi menjadi dua pipa bertingkat (vertical farming) dengan media air atau hidroponik.
Satu bagian pipa bertingkat merupakan sayuran yang baru ditanam dan satunya lagi merupakan susunan pipa berisi sayuran siap panen.
Ada beberapa jenis sayuran yang digarap oleh pemuda berusia 30 tahun itu di antaranya kangkung, bayam dan pokcoy.
Beberapa saat kemudian, pria yang akrab disapa Jimmy itu kemudian beranjak dari tempat duduknya dan bersiap untuk memanen sayuran kangkung, dibantu dua rekannya yang juga dari karang taruna setempat.
Sedikitnya, sekitar tiga kilogram kangkung dipanen dari lahan pertanian minimalis milik warga setempat yakni Hartono yang tinggal di seberang rumah toko itu.
Hartono menuturkan ia bersama anaknya mulai melakukan urban farming mulai 2020 dengan menggandeng karang taruna itu.
Dari awalnya hanya 300 lubang tanam, kini mendekati 1.000 lubang tanam yang dimiliki.
Hasil dari pertanian itu tidak hanya untuk konsumsi pribadi, tapi juga untuk tetangga, warung sekitar hingga kerja sama dengan karang taruna sehingga memberikan nilai ekonomi.
Meski dikelola kecil-kecilan, pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) DKI itu, mengaku dalam sebulan rata-rata ia memperoleh sekitar Rp300 ribu hingga Rp800 ribu dengan waktu panen dua hingga tiga kali untuk tiga sayuran yakni bayam, pokcoy dan kangkung.