Presiden Soekarno Tunjuk Mayjen Soeharto Pimpin Pembebasan Irian Barat

KECEMERLANGAN Letkol Soeharto dalam menyelesaikan kudeta 3 Juli 1946 (pada usia 25 tahun), misi netralisasi dan pemetaan satuan-satuan militer pendukung FDR atau PKI Madiun (usia 27 tahun), Serangan Umum 1 Maret 1949 (usia 28 tahun), konsistensinya membela Negara Proklamasi 1945 dalam menumpas sejumlah pemberontakan, Andi Azis dan DI atau TII, serta karier militernya yang terus menanjak, menjadi pertimbangan tersendiri bagi pimpinan puncak TNI dan Presiden Soekarno, dalam memilih pemimpin operasi pembebasan Irian Barat. Operasi tersebut merupakan batas kesabaran negara dan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda yang tidak segera meninggalkan wilayah Irian Barat.

Melalui Konferensi Meja Bundar atau KMB, tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat dan Irian Barat disepakati akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949. Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, karena tidak ingin aksinya dalam Agresi I dan II dinyatakan ilegal. Kelak, pada tanggal 16 Agustus 2005, Pemerintah Belanda, melalui Menteri Luar Negeri Bernard Bot, baru mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Kembali ke KMB, sebagaimana tabiat aslinya, Belanda berusaha merobek perjanjian dengan berbagai cara, termasuk melalui pintu diplomasi maupun cara-cara militer dengan terus memperkuat tentaranya di Irian Barat. Setelah melalui jalur diplomasi tidak menuai hasil, pemerintah Indonesia memutuskan pembebasan Irian Barat dilakukan melalui konfrontasi di segala bidang termasuk dengan menggunakan kekuatan militer.

Lihat juga...