Kearifan Lokal Pertanian di NTT Mulai Terkikis

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

MAUMERE- Kondisi lahan pertanian di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) kebanyakan merupakan lahan kering dan berada di areal miring lereng perbukitan dan lebih banyak bergantung pada curah hujan.

“Maka sebelum memasuki musim hujan, para petani mulai membersihkan kebun dan mempersiapkan lahan secara gotong royong. Kini kearifan lokal sistem pertanian banyak yang mulai hilang,” ucap Maria Loretha, petani sorgum asal Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, NTT, saat dihubungi, Senin (1/3/2021).

Pegiat dan petani sorgum di Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kabupaten Flores Timur, NTT, Maria Loretha saat ditemui di kebunnya di desa tersebut, Minggu (14/2/2021). Foto: Ebed de Rosary

Maria menyebutkan, biasanya dahulu rerumputan dan ranting pohon yang ditebang, biasanya diletakkan di tengah kebun hingga kering dan bisa menjadi pupuk bagi tanaman.

Selain itu kata dia, batang-batang pohon diletakkan di ujung areal kebun dan dijadikan terasering untuk menahan air hujan akibat lahan pertanian berada di kemiringan.

“Kini banyak areal pertanian yang tidak lagi menggunakan terasering. Sistem tebas bakar pun masih banyak digunakan dalam membuka lahan pertanian yang setahun sekali ditanami,” ucapnya.

Maria sebutkan, petani di NTT banyak yang tidak mau berubah, bukan berarti berubah kepada hal yang baru, tetapi tradisi pertanian yang dahulunya bagus diterapkan kembali.

Ia menambahkan, saat menanam padi ladang, para petani juga menanam tanaman sorgum di bagian pinggir kebun agar burung tidak memakan padi tetapi memakan sorgum.

Lihat juga...