Inilah Kesan Pendidikan antara Daring dan Luring
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Nah yang menyenangkan itu jadi orang bisa ikutan melihat. Itu euforianya bahagianya parah banget. Sampai lompat-lompat aku,” kata Guntar yang bulan November 2020 lalu baru saja wisuda.
Lain halnya dengan Ulfa Alfiani (25 tahun), mantan mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang melaksanakan sidang skripsi melalui tatap muka langsung.
Menurutnya, suasana sidang pastinya tegang, karena waktu sidang di hari itu ada lima mahasiswa yang mengikuti sidang. Nanti gilirannya di-random. Jadi tahu sidang hari itu. Tapi tidak tahu sidangnya jam berapa. Dalam artian, jatah maju untuk sidang.
Ulfa menceritakan ketika dirinya sidang skripsi, dosen pengujinya ada dua. Satu di antaranya paham materi skripsi yang dirinya sampaikan. Yakni olahraga anak berkebutuhan khusus. Satu lagi yang mengarah ke metodologi penelitian. Didampingi dua dosen pembimbing, yakni satu untuk spesialisasi pembidangan, dan satunya lagi untuk metodologi penelitian.
“Suasana di dalam ruangan pastinya deg-degan. Ketika ditanya sama dosen penguji juga pasti tertekan, karena memang benar-benar berkaitan dengan deskripsi. Alhamdulillah hanya satu jam lewat sedikit jalannya sidang skripsi, dikarenakan aku lebih ke observasi. Jadi hanya perlu diperkuat data yang akurat, tidak berkaitan dengan hitung-hitungan seperti teman-temannya yang pada akhirnya menghabiskan waktu sampai dua jam sidang,” katanya.
Ulfa menambahkan suka duka ketika sebelum sidang, dosen pembimbing tahu kalau memang beberapa bulan sebelum sidang, ayahnya meninggal. Jadi sehari atau dua hari sebelum sidang, suka dikirimi bacaan oleh dosen pembimbing yang memang dekat dalam hal konsultasi.