Ketika Nalar Tumpul yang Kebetulan Berkuasa

OLEH HASANUDDIN

Liberasi ekonomi di sejumlah negara itulah, yang memungkinkan Tiongkok menjual produk-produk mereka, melakukan invasi ekonomi ke sejumlah belahan dunia. Sesuatu yang mustahil dilakukan oleh Tiongkok, sekiranya negara-negara tujuan ekspor mereka menerapkan kebijakan proteksionis. Demokrasilah yang memungkinkan aktivitas perdagangan berlangsung dalam neraca yang seimbang. Tanpa perlu melakukan politik dumping sebagaimana yang seringkali dilakukan oleh pemerintah Tiongkok. Demokrasilah yang mendorong industri di sejumlah negara-negara yang lebih dulu makmur bersedia bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok.

Kediktatoran di Tiongkok adalah kelemahan paling besar dari negeri tirai bambu itu. Penindasan terhadap etnis Uighur, dengan pelanggaran HAM berat yang massif menyertainya, telah membuat sejumlah negara-negara demokrasi, “menata ulang” pola hubungan mereka dengan Tiongkok akhir-akhir ini.

Pengkhianatan terhadap perjanjian internasional, atas sistem “Dua Pemerintahan” yang disepakati atas Hongkong sebagai syarat pengembalian wilayah itu dari Inggris ke China, serta tindakan tidak bersahabat terhadap kedaulatan Taiwan sangat mungkin akan mengembalikan China ke era tahun 80-an –yang mengemis bantuan internasional untuk mengatasi masalah kemiskinan di negara mereka.

“Kediktatoran yang bijaksana”, demikian yang sering disampaikan atas sikap semena-mena pemerintahan Tiongkok itu, tidak akan membawa China makin berjaya. Sebaliknya justru akan membawa China dalam masalah besar.

Kritik adalah prasyarat bagi kemajuan suatu masyarakat. Dan untuk itu diperlukan ruang publik yang bebas dan inklusif.

Lihat juga...